Upaya Pengembangan Sistem Pendidikan Berbasis "Rumah Belajar Impian"dengan Meningkatkan Kemampuan Intelektual dan Softskill Guna Membentuk Lulusan yang Berkarakter dan Berdaya Saing
Sitem pendidikan di Indonesia terkelola dalam dua lembaga pendidikan yakni pendidikan formal yang dan non-formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah berupa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Perguruan Tinggi (Kemenakertrans, 2013). Sedangkan pendidikan non-formal merupakan lembaga bimbingan belajar dalam berbagi yang memberikan bimbingan berupa pelajaran akademis dan disesuaikan dengan kurikulm lembaga pendidikan formal milik pemerintah serta dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Dirjen Pendidikan Tinggi, 2016).
Peran Pendidikan dalam Era Globalisasi
Pendidikan baik itu pendidikan formal dan non-formal memiliki peran untuk mencetak produk- produk pendidikan yang nantinya akan bersaing dalam pasar kerja (Mastuti, 2009). Selain itu, pendidikan sering dianggap sebagai sumber utama untuk pembangunan karena melalui pendidikan seseorang dapat menjadi individu yang lebih berkualitas (Putranto dan Mashuri, 2012). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin berkualitas pula outputatau lulusan yang dihasilkan (Putranto dan Mashuri, 2012).
Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kualitas outputtersebut adalah bagaimana outputini mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan pembangunan nasional (Putranto dan Mashuri, 2012). Sebagai contoh adalah investasi pada pendidikan tinggi yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan dengan tingkat kemajuan yang lebih siginifikan dibandingkan dengan investasi pada pendidikan dasar yang dilakukan di Brazil (Prihatiningsih, dkk., 2013).
Fenomena Pendidikan di Indonesia yang Berakibat Pada Pengangguran Intelektual
Fenomena lulusan lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal dalam berbagai tingkatannya menjadi bahan perbincangan saat ini. Hal ini menjadi sorotan karena para pegiat pendidikan masih belum mampu dan bingung untuk melangkahkan dirinya ke jenjang selanjutnya. Implikasinya adalah sebagian besar lulusan melanjutkan studinya hanya bermodalkan kemauan orang tua, mengikuti trendbudaya masyarakat dan arus perjalanan hidup. Bukan karena pilihan dan perencanan masa depan atas basis kemampuan diri (soft skill) yang dimiliki.
Akibatnya hal ini berefek domino pada menjamurnya pengangguran intelektual di masyarakat. Hal ini dapat dilihat melalui data persentasejumlah pengangguran pada tahun 2015 yakni tertinggi ditempati oleh lulusan SMA sebesar 10,32 %, diploma 7,54 %, sarjana 6,40 %, SMP 6,22 %, dan SD ke bawah 2,74 % (BPS, 2015). Selain itu efek lain yang ditimbulkan adalah kurang atau bahkan tidak adanya relevansi ilmu yang didapat dengan dunia kerja yang kini ditempuh sehingga menyebabkan banyaknya produk pendidikan yang kesulitan untuk memasuki dunia kerja (Mastuti, 2009).
Fenomena pendidikan yang terjadi ini dengan berbagai efeknya, didasarkan pada permasalahan utama yakni perancangan masa depan dan basis multitaskingyang ditunjang dengan kemampuan soft skill yang masih kurang untuk diajarkan dan dibangun dalam lembaga pendidikan tersebut. Padahal dua hal ini merupakan bagian dari faktor utama yang sangat berpengaruh untuk menghasilkan kualitas lulusan yang dapat bersaing dan berinovasi di masyarakat (Putranto dan Mashuri, 2012).
Pendidikan Manusia Kreatif
Menanggapi fenomena permasalahan pendidikan di atas, menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh semua pihak, baik oleh pemerintah maupun berbagai komponen pendidikan. Karena pendidikan diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi para lulusannya. Pendidikan dengan berbagai muatan sistem didalamnya seharusnya dapat mendorong dan mengembangkan peserta didik untuk dapat berpikir lebih kreatif dan inovatif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.