Lihat ke Halaman Asli

Kalau Waktu Berhenti

Diperbarui: 27 November 2017   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semua fenomena yang kita lihat dan rasakan memerlukan waktu. Semuanya merupakan perubahan terhadap waktu.

Bunyi adalah perubahan tekanan udara. Cahaya adalah perubahan medan magnet dan medan listrik. Perubahannya terhadap waktu.

Kita menikmati musik karena terjadi perubahan tekanan udara dari milidetik ke milidetik. Kita melihat gambar karena ada cahaya yang bergetar, menabrak gambar, memantul ke mata. Maka kita melihat.

Bunyi adalah getaran. Cahaya adalah getaran.

Kalau tak ada waktu, tak ada getaran.

Kalau waktu berhenti, tak ada getaran. Tak ada bunyi, tak ada cahaya.

Semua partikel adalah gelombang. Gelombang adalah getaran. Getaran memerlukan waktu. Tak ada waktu, tak ada gelombang, tak ada partikel, tak ada apa-apa.

Sampai disini, kesimpulannya, bila waktu berhenti, semua hilang.

Mari kita ke relativitas khusus Einstein.

Kecepatan cahaya itu tetap, dan cahaya itu (foton) bergerak dengan kecepatan cahaya (tentu saja). Justru bagi Einstein, tampaknya kecepatan cahaya adalah salah satu ukuran (dimensi) dari alam semesta, selain panjang, lebar, dan tinggi. Tapi saya lebih sering mendengar panjang, lebar, tinggi, dan waktu (bukan kecepatan cahaya). Ini disebut ruang waktu. Maksudnya, dimensi kita ini bukan tiga (ruang), tetapi empat, karena ada waktu yang tak bisa dipisahkan dari ruang.

Waktu ada bagi kita karena kita bergerak kurang dari kecepatan cahaya. Makin cepat kita bergerak, waktu kita terlihat melambat dibandingkan dengan orang yang tidak bergerak. Istilahnya dilasi waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline