Lihat ke Halaman Asli

Tekad Mahir Curangi Takdir Getir

Diperbarui: 14 Juni 2024   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo


Oleh: Tri Handoyo

Kabut tipis menghiasi pagi. Udara terasa begitu sejuk.
Glenn dan Floyd, seperti biasanya adu cepat lari untuk melewati pagar sekolah. Entah mengapa, hari itu Floyd ingin memberi kesempatan kepada adiknya untuk mencapai garis finis lebih dulu.

Sayangnya, Glenn gagal melewati pagar. Bocah yang baru berumur tujuh tahun itu terjatuh, dan tampak wajahnya meringis menahan tangis.

Floyd segera menolongnya. "Wah kamu hebat Glenn!" hibur sang kakak untuk mencegah agar tangis tidak pecah.

Rasa sakit tiba-tiba reda. Bibir yang tadinya meringis kini kedua ujungnya sedikit naik ke atas, tanda bahwa ia merasa bangga dan puas.

"Hari ini kamu lari secepat angin!" imbuh Floyd, "Ayo cepat bangun!" Sang kakak menarik tangan adiknya untuk membantu bangkit.

"Terima kasih!" sahut Glenn terhibur.

Floyd kemudian berlari menuju gedung sekolah. Glenn masih berdiri membersihkan tanah yang mengotori celana dan bajunya, sebelum akhirnya menyusul Floyd dari belakang.

Gedung sekolah itu dipanasi oleh perapian batu bara kuno yang berbentuk belanga. Secara bergiliran ada murid yang bertugas untuk hadir pagi-pagi sekali, menyalakan perapian untuk menghangatkan ruangan sebelum pelajaran dimulai.

Hari itu, kedua bocah lincah itu mendapat giliran tugas menyalakan tungku penghangat ruangan. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar ledakan dan timbul kebakaran hebat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline