Lihat ke Halaman Asli

Thomas Jan Bernadus

A Freelance Blogger

Angka Kemiskinan di Satu Digit, Pemerintah Masih Ada PR Besar

Diperbarui: 31 Juli 2018   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

investasi.kontan.co.id

Sebulan terakhir ini, di media sosial, sempat menjadi perbincangan yang sangat ramai, soal angka kemiskinan yang mencapai angka 9,82 persen. Untuk pertama kali dalam sejarah, Angka Kemiskinan ini berada di satu digit. Perdebatan sempat terjadi di media sosial dan media konvensional soal ini.

Jujur atau tidak, saya ini sempat panasaran dengan data ini. Meskipun semasa kuliah saya kerap menggunakan data garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik atau BPS, tapi saya juga panasaran dengan metoda yang dipakai oleh BPS.

Beruntung, saya bisa mendapatkan penjelasan dari Kepala BPS, Suhariyanto, di acara FMB 9. Suhariyanto menjelaskan, untuk mendapat angka garis Kemiskinan ini, metodanya menggunakan standard Bank Dunia. WIh tidak main-main, standard World Bank. 

Badan Pusat Statistik, menghitung angka kemiskinan dari dua kategori yaitu dari kelompok makanan dan non-makanan.

Untuk Nilai tukar, juga bukan berdasarkan nilai tukar US dolar atas rupiah yang sekarang rata-rata Rp14.400 per 1 dolar US. Namun memakai US dolar PPP (Purchasing Power Poverty). Angka konversi US dolar PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah barang yang sama setara dengan 1 dolar di Amerika Serikat (sekitar Rp4 ribuan).  

Bagaimana dengan waktu survey Kemiskinan ini. BPS semenjak tahun 1984 melakukan survey kemiskinan pada dua bulan, yaitu Bulan Maret dan Bulan September. "Jadi tidak benar kalau Survey dilakukan bukan pada saat panen raya," tegas Suhariyanto.

Kenapa Angka Kemiskinan Bisa Menurun?

Ini juga menjadi pertanyaan yang sangat sering saya lihat di Media Sosial. Dan kembali saya juga butuh alasan kenapa Kemiskinan ini bisa menurun. Suhariyanto kembali menjelaskan.

Faktor yang menyebabkan kemiskinan menurun yang  pertama adalah tingkat inflasi September 2017--Maret 2018 yang lebih terkendali. Selain tingkat inflasi yang cenderung terkendali, rata-rata pengeluaran 40% lapisan ke bawah meningkat selama triwulan 2018 berkat bantuan sosial yang tepat sasaran.

"Program Beras Sejahtera (Rastra) juga tersalurkan dengan baik, nilai tukar petani juga di atas 100, meskipun begitu ada hambatan yaitu kenaikan harga beras yang tinggi. Ini sangat berpengaruh karena persentase pengaruh kemiskinan terhadap beras cukup besar. Harga pangan ini yang perlu dijaga," papar Suhariyanto.

Meskipun begitu, Suhariyanto mengatakan, Pekerjaan Rumah atau PR besar pemerintah tetap sangat besar. masih ada ketimpangan cukup dalam antara desa dan kota serta ketimpangan antar wilayah atau provinsi. Karena itu, perlu akselerasi program bantuan sosial dan jaminan sosial dengan pemberdayaan perekonomian masyarakat miskin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline