Lihat ke Halaman Asli

Seratus Artikel Headline Pertamaku di Kompasiana

Diperbarui: 12 September 2017   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

screenshot profil (dok pri)

Artikel saya yang berjudul “Saat diskusi berakhir pada sebuah screenshot” menjadi artikel headline ke seratus saya di Kompasiana. Sebelum ada yang bilang “yang penting nulis, nggak mikirin label” saya mau jelaskan dulu bahwa saya juga sepaham dengan teman-teman. Yang penting itu nulis, mau diberi label atau kagak bukan sesuatu yang harus diambil pusing.

Namun harus diakui ada kesenangan tersendiri saat artikel kita diberi label headline. Pertama, artikel tersebut akan nongol paling atas dan jadi kepala artikel-artikel di bawahnya. Kedua, ada kemungkinan tingkat keterbacaannya lebih tinggi. Ketiga, Kompasiana mengganjar tulisan kita dengan dua gelar, highlight lalu naik lagi menjadi headline.

Artikel diganjar label headline, apa spesialnya? Dengan kondisi Kompasiana yang tak “semeriah” dulu, entahlah, tapi seperti ada yang kurang saja. Apa saya bangga dengan seratus headline saya? Kalaupun sempat merasa bangga, saya coba langsung membuang perasaan itu jauh-jauh. Pertama saya tak mau menggantungkan kesenangan hati saya pada statistik, dunia maya, dan potongan-potongan artikel. Disebut berkarya saat menulis di Kompasiana pun saya malu.

Sebab, pertama-tama, saya menulis di Kompasiana memang untuk keuntungan diri saya pribadi. Hobi saya tersalurkan , dan saya jadi punya teman-teman baru. Soal tulisan itu bermanfaat untuk orang lain atau tidak tak pernah saya pikirkan. Kedua, apa yang perlu dibanggakan? Sebab ada banyak kompasianers lain yang jumlah tulisan dan headline nya lebih banyak, jauh di atas saya, baik secara kuantitas ataupun kualitas.

Tapi tetap, saya ingin “merayakan” dengan tulisan, seratus headline pertama saya yang tercapai hari ini. Tak ada bermaksud sombong atau pamer, apalagi menjadikan tulisan di Kompasiana sebagai portofolio, toh tetap saja saat melamar kerja, yang diminta HRD itu ijazah, tulisan di blog mah kagak dilirik (semoga saya salah untuk bagian terakhir ya, mangats nulisnya kakak).

Tapi kalau saya memaknai menulis di Kompasiana dengan pragmatis seperti di atas, pasti saya bakal jadi kompasianers yang loyo. Ibarat main bola, saya mengilustrasikan headline adalah gol yang saya cetak dalam sebuah pertandingan (pakek salto lagi ngegolinnya). Dari tiga ratusan artikel berarti saya sudah mencetak seratus gol (saya pernah menghapus artikel yang saya nggak suka). Memang itu target saya. Target itu muncul tiba-tiba aja sih.

Saya juga heran kenapa belakangan artikel saya sering headline. Tapi tebakan saya karena saya menulis topik yang populer, seperti tips-tips dan hal ringan lainnya. Coba nulis fiksi pasti headlinenya lebih susah. Gitu juga nulis politik. Jadi saya merasa saya beruntung saja karena lebih sering nulis hal yang ringan. Terbukti tulisan fiksi dan politik saya tidak ada yang headline.

Setelah mendapatkan seratus headline ini, saya mulai memikirkan jenis topik lain yang kiranya bisa saya tulis. Rasanya seperti ingin memulai lembaran baru (saat diputusin pacar). Pengen nulis sesuatu yang berbeda dan fokus, pengennya sih nulis tentang teknologi.

Belakangan, saya juga melihat banyak saudara kompasianers kita yang sepertinya baru gabung. Tentu sangat menyenangkan saat banyak kawula muda menulis di Kompasiana. Jangan biarkan Hipwee mendominasi topik seputar dunia asmara, mari para kompasianers muda dan kaum patah hati mulai menuliskan kegelisahan-kegelisahannya (apalah kau ini).

Ini intermezzo aja ya.....

Nah, saya nggak tahu, ada yang tertarik atau enggak, tapi saya coba mau share gimana sih caranya biar tulisan kita headline.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline