Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Berani Naik Panggung? Jangan Gamang Saat Harus Turun

Diperbarui: 18 Maret 2021   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ket.foto: Saat menjadi pusat perhatian di Banda Aceh/dokumentasi pribadi

Rendah Hati Adalah Bagaikan Seat Belt Bagi Kita 

Banyak orang yang kalau sudah naik panggung dan merasakan kenikmatan menjadi pusat perhatian orang banyak, ketika tiba saat harus turun panggung menjadi gamang dan uring-uringan. Ada perasaan tak rela,untuk meninggalkan tempat dimana selama ini dirinya menjadi pusat perhatian dan dihormati dimana mana. 

Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi,bila pada saat melangkah naik ke panggung ,dalam hati kita sudah ada catatan:"Ada waktu untuk naik dan ada waktu untuk turun panggung." 

Untuk dapat tiba di posisi ini,syarat utamanya adalah kerendahan hati. Memahami,bahwa  sehebat apapun diri kita atau sepopuler apapun kita,suatu waktu kita akan kembali menjadi "bukan siapa siapa" Dalam hal ini, rendah hati merupakan :"Seat Belt" bagi diri kita, Seperti halnya bila kita lagi menumpang pesawat terbang atau kendaraan,maka kita wajib mengenakan Seat Belt. Sehingga in case of emergency,ada seat belt yang akan memproteksi agar kita jangan sampai terbanting atau terbentur .

Suatu Waktu Kita Harus Mampu Mengurus Diri Sendiri

Saya pernah mengalami "golden priode" atau masa masa keemasan ,sewaktu masih aktif mengajar dibidang Tehnik Bioenergi dalam upaya melakukan selfcare atau selfhealing.  

Begitu kami turun dari pesawat dan berjalan menuju ke pintu EXIT,dari kejauhan sudah tampak ada seseorang yang membawa kertas bertuliskan :"Selamat Datang Bapak G.M Tjiptadinata Effendi dan Isteri " Kami sudah ditunggu oleh orang orang yang menjemput kami.  Koper dan tas jinjing,langsung berpindah tangan dan kami tinggal berjalan melenggang menuju ke tempat parkir kendaraan. Pada saat yang sama,hampir semua penumpang yang turun bersamaan ,memadangi kami dengan terpana. Rasanya gimana tuh. Serasa pejabat yang dijemput oleh para stafnya.

Begitu duduk dalam kendaraan,terus ditanyai:"Maaf pak GM dan ibu mau sarapan apa? Kita singgah dulu ke restoran untuk makan pagi,sebelum ke hotel" Wuih ,enak banget .

Saat Sudah Tidak Lagi Aktif 

Setelah menyatakan bahwa saya dan isteri mengundurkan diri dari segala kegiatan belajar mengajar dan tidak lagi berkeliling Indonesia,karena akan menetap di Australia,maka bila suatu saat kami kembali ke tanah air, tidak akan ada lagi sambutan segala macam. Dari mulai koper hingga hand bag harus diangkat sendiri ,hingga mencari taksi yang akan mengantarkan kami ke tempat tinggal kami di Apartement di Kemayoran. Tapi karena sudah mempersiapkan diri,sejak dari awal..maka kami sama sekali tidak merasa gamang atau kikuk,ketika harus meninggalkan seluruh layanan dan kehormatan yang selama ini kami terima .

Sehingga dengan demikian,kami tidak pernah merasakan apa yang dikenal sebagai Post Power Syndrome . Karena sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan sudah terbiasa bergaul dengan siapapun. Sehingga kami dapat menikmati hidup dengan bebas .Bukan hanya financial freedom,tapi juga bebas dalam bergaul dengan siapa saja dari berbagai latar belakang yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline