Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berani Naik Panggung? Jangan Gamang Saat Harus Turun

18 Maret 2021   18:58 Diperbarui: 18 Maret 2021   19:26 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: Saat menjadi pusat perhatian di Banda Aceh/dokumentasi pribadi

Rendah Hati Adalah Bagaikan Seat Belt Bagi Kita 

Banyak orang yang kalau sudah naik panggung dan merasakan kenikmatan menjadi pusat perhatian orang banyak, ketika tiba saat harus turun panggung menjadi gamang dan uring-uringan. Ada perasaan tak rela,untuk meninggalkan tempat dimana selama ini dirinya menjadi pusat perhatian dan dihormati dimana mana. 

Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi,bila pada saat melangkah naik ke panggung ,dalam hati kita sudah ada catatan:"Ada waktu untuk naik dan ada waktu untuk turun panggung." 

Untuk dapat tiba di posisi ini,syarat utamanya adalah kerendahan hati. Memahami,bahwa  sehebat apapun diri kita atau sepopuler apapun kita,suatu waktu kita akan kembali menjadi "bukan siapa siapa" Dalam hal ini, rendah hati merupakan :"Seat Belt" bagi diri kita, Seperti halnya bila kita lagi menumpang pesawat terbang atau kendaraan,maka kita wajib mengenakan Seat Belt. Sehingga in case of emergency,ada seat belt yang akan memproteksi agar kita jangan sampai terbanting atau terbentur .

Suatu Waktu Kita Harus Mampu Mengurus Diri Sendiri

Saya pernah mengalami "golden priode" atau masa masa keemasan ,sewaktu masih aktif mengajar dibidang Tehnik Bioenergi dalam upaya melakukan selfcare atau selfhealing.  

Begitu kami turun dari pesawat dan berjalan menuju ke pintu EXIT,dari kejauhan sudah tampak ada seseorang yang membawa kertas bertuliskan :"Selamat Datang Bapak G.M Tjiptadinata Effendi dan Isteri " Kami sudah ditunggu oleh orang orang yang menjemput kami.  Koper dan tas jinjing,langsung berpindah tangan dan kami tinggal berjalan melenggang menuju ke tempat parkir kendaraan. Pada saat yang sama,hampir semua penumpang yang turun bersamaan ,memadangi kami dengan terpana. Rasanya gimana tuh. Serasa pejabat yang dijemput oleh para stafnya.

Begitu duduk dalam kendaraan,terus ditanyai:"Maaf pak GM dan ibu mau sarapan apa? Kita singgah dulu ke restoran untuk makan pagi,sebelum ke hotel" Wuih ,enak banget .

Saat Sudah Tidak Lagi Aktif 

Setelah menyatakan bahwa saya dan isteri mengundurkan diri dari segala kegiatan belajar mengajar dan tidak lagi berkeliling Indonesia,karena akan menetap di Australia,maka bila suatu saat kami kembali ke tanah air, tidak akan ada lagi sambutan segala macam. Dari mulai koper hingga hand bag harus diangkat sendiri ,hingga mencari taksi yang akan mengantarkan kami ke tempat tinggal kami di Apartement di Kemayoran. Tapi karena sudah mempersiapkan diri,sejak dari awal..maka kami sama sekali tidak merasa gamang atau kikuk,ketika harus meninggalkan seluruh layanan dan kehormatan yang selama ini kami terima .

Sehingga dengan demikian,kami tidak pernah merasakan apa yang dikenal sebagai Post Power Syndrome . Karena sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan sudah terbiasa bergaul dengan siapapun. Sehingga kami dapat menikmati hidup dengan bebas .Bukan hanya financial freedom,tapi juga bebas dalam bergaul dengan siapa saja dari berbagai latar belakang yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun