Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Memang, Memaafkan adalah Ujian Hidup Paling Berat

Diperbarui: 16 Juni 2018   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: oldyungas.road.bolivia

Berhubung dengan Hari Raya Idul Fitri, di mana mana orang minta maaf dan memaafkan, maka sejujurnya saya ikut latah menuliskan sekelumit tentang satu hal yang paling sulit saya maafkan dalam perjalanan hidup saya, yang sudah melewati tiga perempat abad.

Kalau sekadar memaafkan orang yang meminjam uang dan kemudian saking lamanya tak mengembalikan, tentu  sangat mudah. Begitu juga sering ada yang minjam pulpen, kemudian mungkin karena terburu-buru atau saking senangnya, pulpen tersebut terbawa pergi. Itu juga tidak ada masalah.

Yang lumayan sulit adalah memaafkan sahabat bisnis saya, yang hampir membuat saya gila karena  pengiriman barang sebanyak 65 ton tidak dibayar.

Saya perlu waktu merenung di Rumah Sakit Mount Elisabeth, selama berbulan-bulan lamanya atas kejadian ini, sebelum akhirnya saya dapat memaafkannya. Meski the wisdom words, "When I forgave, I've forgot" tidak mampu saya penuhi.

Saya hanya mampu memaafkan usai berdarah-darah di meja operasi di Rumah Sakit Mt. Elisabeth dan sejak kami tinggal di Australia. Di situ saya baru mampu memenuhi kriteria "memaafkan dan melupakan".

Ujian Hidup 

Suatu waktu, saya menerima surat dari sahabat lama saya yang sudah puluhan tahun terputus kontak. Tentu tak elok bila saya menyebut nama dan alamatnya. Karena itu cukup saya sebutkan sebagai "sahabat saya".

Isi tulisannya  adalah sebagai berikut:

Dengan tangan saya sendiri, saya telah merusak sistem rem kendaraan pak Effendi ketika sedan Corolla pak Effendi sedang diservis di bengkel tetangga saya.

Dengan pikiran jahat, bila hal itu terjadi, saya berharap pinjaman saya pada pak Effendi menjadi lunas. Sungguh saya malu pada Tuhan, pada pak Effendi, pada keluarga saya dan pada diri sendiri. Betapa tega saya melakukan semuanya itu hanya demi uang.

Dengan penuh penyesalan yang mendalam, saya mohon dengan sangat keikhlasan pak Effendi untuk mau memaafkan saya. Agar saya dapat menghadap Sang Pencipta dengan tenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline