Lihat ke Halaman Asli

Kunci-kunci Berbangsa Ibnu Khaldun

Diperbarui: 2 Juni 2019   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kalau kita mendengar Ibnu Khaldun, pasti pertama kali yang diingat adalah kitab Muqaddimahnya. Cendikiawan yang memiliki ide cemerlang, hingga membuat kagum  profesor-profesor masa kini. Dengan kecemerlangannya itu, kitabnya masih tetap dipakai hingga saat ini untuk bahan referensi.

 Ibnu Khaldun berpandangan bahwa, "Besarnya suatu bangsa, luasnya suatu daerah dan panjang usianya, tergantung pada besarnya kekuatan pendukungnya (solidaritas)." Demikianlah Ibnu Khaldun mengutip dalam Muqaddimahnya.

Selain itu, semangat agama bisa meredakan pertentangan dan menuntun ke arah kebenaran. Kalau perhatian sudah terpusat pada kebenaran dan tujuan menjadi satu serta serupa, maka tak ada satu pun yang menghalanginya walaupun dalam jumlah yang begitu banyak.

Adapun Islam adalah agama yang benar. Agama yang benar bagaikan pelita atau alat untuk menjadi maju. Melaksanakannya secara serentak dan bersama-sama adalah satu petunjuk menuju kemajuan.

Oleh karena itu, andaikan tidak ada Islam, niscaya segala kesulitan manusia di alam ini tidak dapat diatasi dan tidak akan lurus sesuatu yang bengkok.

Inilah yang terjadi pada bangsa Arab dalam peperangan bersama orang Islam. Tentara Islam pada perang Yarmuk dan Qadisiyah sebanyak 30.000 pasukan. Padahal tentara Persia berjumlah 120.000 dan tentara Heraklius sebanyak 400.000 pasukan. Jumlah pasukan mereka dua kali lipat lebih banyak dari pasukan Islam. Tapi kenyataannya, mereka semua tidak sanggup berhadapan dengan tentara Islam. Mereka dipaksa mundur dengan pasukan yang sedikit, hingga akhirnya pasukan Islam memperoleh kemenangan dan menjadi pasukan yang ditakuti oleh imperium.

Maka, gerakan apapun, terutama gerakan keagamaan, tanpa disertai solidaritas yang kuat, tanpa disertai perasaan satu rasa, tanpa disertai perasaan setia kawan, tentu saja tidak akan berhasil, karena kekuasaan hanya bisa diperoleh dengan kemenangan, sedangkan kemenangan hanya dimiliki oleh golongan yang mempunyai solidaritas yang kuat dan bersatu dalam tujuan. Maka hati umat disatukan berkat pertolongan Allah dengan memeluk agama yang sama dan benar, yakni Islam. Allah berfirman:

"Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana." (QS al-Anfal;[8]:63)

Rahasia untuk menyatukan hati umat adalah, bila kebatilan dilakukan, bahkan sampai menjadi kebiasaan dan cenderung pada dunia melebihi daripada kecenderungan akhirat, maka kecemburuan (ghirah) muncul. Dan jika hati cenderung pada kebenaran, maka tujuan dan arahnya menyatu.

Tentu saja yang dimaksud kecemburuan di sini bersih dari berahi dan nafsu duniawi. Cemburu dalam pengertian syar'i yaitu mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan serta mencegah ketidakberkaitannya dengan agama di masyarakat. Rasa ini juga akan menciptakan suasana yang mendukung dan pengawasan sosial yang tinggi di masyarakat.

Hal ini ditunjukkan dengan tegas oleh Abu Bakar kala memerangi orang-orang  murtad dan yang menolak membayar zakat. Ketika Umar bin Khaththab mencoba menenangkan sahabatnya itu, Abu Bakar marah. Hai Umar jawablah, "Apa kita harus bersikap keras semasa jahiliyah dan justru lembek sewaktu Islam?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline