Lihat ke Halaman Asli

Pit of Fire (Cerpen Rohani)

Diperbarui: 21 Februari 2023   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di dapur api (Sumber: sarahjavier.wordpress.com)

THE PIT OF FIRE

Raja itu memang gila. Ya, Nebukadnezar. Baru saja tahun lalu ia mendapatkan mimpi aneh yang menggemparkan seluruh negeri. Kini ia membuat patung yang sangat tinggi, melebihi tinggi pohon palem. Lebarnya sudah setara dengan satu petak rumah. Diletakkan di alun - alun kota, patung itu terpampang jelas bagi seluruh rakyat Babel.

Semua orang harus tunduk dan menyembah patung itu saat patung itu telah diselesaikan. Ya, patung itu memang belum selesai. Nanti raja akan membuat sebuah upacara pentahbisan besar - besaran. Bupati, panitera, hakim dari seluruh negeri akan datang menghadiri. Suasana akan megah karena akan ada tari - tarian, musik, dan pesta pora.

Aku sendiri? Tentu saja sebagai sekretaris raja, aku akan datang dan menghadiri upacara itu. Namaku adalah Umam. Sudah tiga puluh tahun aku menjadi sekretaris raja. Sudah banyak raja Babel yang kulayani. Sekarang adalah raja yang kelima. Nebukadnezar adalah raja yang paling aneh, eksentrik, namun orang - orang menyukainya. Ia juga sering berperang ke tanah asing. Asyur dan Libanon paling sering jadi sasaran.

Kemudian tibalah hari yang ditunggu - tunggu. Rakyat Babilonia sudah berkumpul sejak subuh. Bupati dan panitera raja berbaris di bagian depan. Para pemusik, penari, dan seniman lainnya sudah bersiap dengan alat mereka. Sangkakala pun berkumandang. Gendang riuh bertalu - talu. Seruling dibunyikan. Gambus dan kecapi berdengung nyaring.

Segenap rakyat bersujud di hadapan patung Nebukadnezar yang megah. Patung itu terlihat mengilap, diterpa oleh cahaya mentari pagi. Tingginya 30 hasta, lebarnya 6 hasta. Aku yang berada di baris kedua bahkan tidak bisa melihat wajah patung. Dan aku yakin patung ini bisa terlihat dari jarak ratusan hasta, sebagai lambang kebesaran bangsa Babilonia.

Para penari sudah bersiap untuk masuk ke pelataran di depan patung, tapi aku mendengar ada sedikit kegaduhan. Aku menoleh ke belakang, dan kudapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Jauh di belakang sana, tiga orang Israel yang kukenal: Misael, Hananya, dan Azarya berdiri, ketika semua orang berlutut dan bersujud. Sosok mereka terlihat menonjol di samping semua rakyat yang bersujud.

Orang -- orang gempar. Beberapa mulai berdesak - desakan dengan ketiga orang itu. Tapi kekhidmatan acara harus tetap dijaga. Dengan segera aku memerintahkan para tentara untuk mengamankan ketiga orang Israel ini. Mereka pun dibawa masuk ke dalam istana. Aku, bersama para petinggi istana dan beberapa bupati menyusul masuk.

Raja Nebukadnezar yang memantau dari balkon istana menjadi gusar dengan tingkah ketiga orang ini. Tiga orang ini: Misael, Hananya, dan Azarya, adalah orang - orang Israel yang dibawa kemari ketika Babel mengalahkan bangsa Israel di barat sana. Mereka memiliki inteligen yang baik dan tingkah yang sopan, maka kami menyukai mereka. Tiga orang ini diberikan nama baru sesuai nama Kasdim: Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.

Empat orang berkumpul di ruangan raja sesuai dengan titahnya. Raja sendiri, aku, Yut Amin, sang penasihat, dan hakim Heurelius. Raja mencak - mencak. Ia mengatakan bahwa tingkah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego benar -- benar melukai hatinya. Mereka pantas untuk dihukum mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline