Lihat ke Halaman Asli

Theodora BeatriceSuryateja

Theodora Beatrice Suryateja, 19 tahun. Sedang kuliah Ilmu Komunikasi di Deakin University, Australia.

Isu Seksisme pada Seri "Lima Sekawan" Karya Enid Blyton

Diperbarui: 17 Juli 2021   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Wikimedia Commons

Banyak anak-anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia, tumbuh besar bersama seri 'Lima Sekawan' karangan Enid Blyton. Petualangan lima saudara, sepupu, dan anjing tersebut sangat legendaris sehingga banyak pembaca yang masih mengenang, bahkan membaca ulang seri tersebut hingga saat ini. 

Bahasan tentang seri ini muncul ketika saya menghadiri sesi seminar pertama di kelas menulis kreatif di universitas saya di Melbourne, Australia. Karena hari itu hari pertama, maka dosen saya menyuruh kami satu per satu menyebutkan buku favorit atau buku yang paling berkesan bagi kami masing-masing.

Saat tiba giliran saya, saya bilang 'Lima Sekawan' sebagai seri yang membuat saya suka membaca buku. Lalu salah satu teman sekelas saya ingin memberi tanggapan. Mulailah debat tentang baik atau tidaknya seri ini untuk anak-anak, dan hampir satu kelas sependapat bahwa seri karangan Enid Blyton ini mengandung unsur seksisme.  

Teman-teman sekelas saya menekankan momen-momen dimana Anne selalu dikesampingkan sebagai karakter yang lemah dan selalu butuh bantuan kedua kakak laki-lakinya. Bahkan George, anak perempuan yang selalu berpenampilan tomboy, masih dianggap tidak sederajat dengan anak laki-laki. Sama halnya dengan Julian dan Dick, yang merasa malu karena mereka pernah menangis. Anne juga pernah mengatakan bahwa anak laki-laki tidak boleh punya boneka.

Jujur, saya agak sedikit terkejut. Belum pernah saya menilai seri ini di sudut pandang tersebut. Saya selalu merasa George adalah karakter yang keren, bahkan saya mengidolakannya dulu. Namun, teman-teman saya merasa bahwa George tidak menghargai kewanitaannya.

Apa Benar 'Lima Sekawan' Mengandung Unsur Seksisme?

Photo by olia danilevich from Pexels 

Mengandung unsur seksisme atau tidak masih menjadi perdebatan. Pada hari peringatan 50 tahun sejak Enid Blyton meninggal dunia, sang pengarang trending di Twitter karena banyaknya orang yang tidak setuju dengan karya beliau. 

Namun, pihak yang membela Enid Blyton merasa bahwa unsur seksisme dan rasisme pada karyanya adalah wajar mengingat beliau hidup di tahun-tahun dimana kesetaraan gender dan toleransi belum sempurna.

Ternyata, ada penerbit yang pernah menolak naskah Enid Blyton pada tahun 1960 karena isu-isu rasisme yang ada di dalamnya. Juga, tidak sedikit yang mengritik Enid Blyton tentang isu seksismenya, termasuk Royal Mint Advisory Commitee yang menolak mencetak wajah Enid Blyton pada uang koin 50 pence karena karya-karyanya yang problematik. 

Penyelaman lebih dalam ke karakter George, si tomboy yang benci menjadi perempuan, juga menghasilkan pro dan kontra. George yang merasa lebih kuat dan lebih atletik dari laki-laki dapat dinilai sebagai karakter perempuan yang ingin memperjuangkan kesetaraan atau lebih tepatnya strong female character. Di sisi lain, George secara eksplisit mengimplikasi bahwa perempuan lemahlah yang suka bermain boneka dan memakai gaun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline