Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Mencegah Bias dengan Menulis di Rumah Kaca

Diperbarui: 28 November 2019   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pinterest.com/zimbio

Meminjam istilah novel roman sejarah "Rumah Kaca" yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, bukan dengan maksud untuk mensejajarkan taktik intelijen opsir Pangemanann pada masa kolonial yang menjadikan pribumi Hindia Belanda menjadi objek rumah kaca-nya, dengan kondisi bangsa kita pada masa kini yang sudah merdeka. 

Namun, barangkali kini pun dalam sebagian hal kita bisa saja masih merasa seperti tinggal di rumah kaca.

Kalau di novel Rumah Kaca, Pangemanann menjadikan para nasionalis dan patriotis, baik yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi, menjadi objek untuk dimata-matai gerakannya.

 Mereka yang dianggap melawan kebijakan Gubernur Jenderal dan antek-anteknya, dipastikan akan segera dijinakkan atau bahkan dilenyapkan.

Apa yang terjadi pada orang-orang yang hidup dalam dunia yang di-rumah kaca-kan? Itu adalah semacam pengkondisian kehidupan di mana setiap orang yang ditarget dengan berbagai kepentingan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan menjadi seperti nyaris kehilangan kebebasan dan privasi.

Hilang kebebasan bukan berarti dipenjarakan di sel tahanan. Itu adalah alegori bagi orang-orang yang bebas berkeliaran, tapi sebenarnya nyaris tidak ada tindak tanduknya yang tidak terpantau, saat seluruh kesehariannya nyaris terhubung dengan media yang bisa bekerja dengan panduan sistem algoritma.

Bila dulu pada masa kolonial yang paling mungkin di-rumah kaca-kan adalah para nasionalis dan patriotis, maka pada masa kini, salah satu jenis manusia yang paling mungkin untuk "dibegitukan" adalah manusia yang bekerja sebagai pelayan. 

Baik yang menjadi pelayan di hotel-hotel dan penginapan, di rumah- rumah makan, di atas angkutan umum, maupun para birokrat yang juga disebut sebagai pelayan masyarakat. Mengapa demikian halnya?

Pelayanan sebagai sebuah rangkaian aktivitas melayani, nilainya ditentukan oleh pihak yang mendapatkan layanan. Oleh karena itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban, para pelayan perlu mengadopsi standar pelayanan yang baku, transparan dan akuntabel untuk menjamin kualitas pelayanannya. 

Dengan demikian, agar sebuah pelayanan semakin berkualitas barangkali bisa dikatakan ia perlu untuk menjadi semakin dibakukan, transparan dan akuntabel.

Berbicara soal transparan, apalagi yang lebih terbuka dan apa adanya selain rumah kaca? Itu adalah rumah di mana setiap orang dari luar bisa melihat dengan jelas seluruh orang dan seluruh aktivitas di dalamnya, atau sebaliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline