Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Katakan yang Benar Itu Benar, tapi Jangan Menebar Kebencian

Diperbarui: 22 Mei 2019   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pinterest.com

Di tengah terpaan hujan gerimis dan dinginnya hembusan angin pagi itu, upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-109, pada tanggal 20 Mei 2017 itu dimulai relatif lebih tidak terlalu molor dari jadwal ketimbang upacara-upacara sebelumnya. Hal ini barangkali disebabkan oleh rasa simpati penyelenggara upacara karena para peserta upacara yang mengkerut karena dinginnya cuaca.

Salah satu rangkaian acara pada upacara ini adalah pengucapan Sapta Marga, Tri Brata dan Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia oleh tiga orang aparatur mewakili ketiga institusi negara. Butir-butir pernyataan yang diucapkan ketiga perwakilan dengan lantang terasa laksana sebuah bentuk pengakuan, tekad dan komitmen yang saling beririsan satu sama lain, sekurang-kurangnya pada sebuah pengakuan bersama bahwa aparat negara adalah penjaga setia bingkai pemersatu negara.

Kandungan makna dan nilai pada butir lainnya terasa tidak kalah penting, karena setidaknya mencerminkan nilai eksklesiologis dan panggilan profetis yang sudah seharusnya dirasa penting oleh segenap aparatur negara sebagai panduan etis dalam menjalankan tugas profesinya, sekurang-kurangnya bagi para peserta upacara yang hadir.

Pernyataan pengakuan, tekad dan komitmen yang diucapkan itu mengandung nilai dasar, norma dan standar etika dalam memandang profesi sebagai abdi dan pelayan pada bidang tugasnya masing-masing, yang bila dirangkum merupakan perwujudan nilai-nilai kasih, kejujuran dan keadilan yang juga diajarkan oleh seluruh agama.

Di negara ini, adalah baik bila demikian adanya, dimana nilai-nilai agama selalu digembar-gemborkan hampir dalam setiap segi kehidupan masyarakatnya, sehingga sambutan inspektur upacara pada saat itu sebagaimana halnya pada upacara-upacara sebelumnya, selalu didahului dengan salam dari berbagai agama yang ada dan pada akhir upacara ditutup dengan doa.

Patut untuk direnungkan, kalaulah tekad dan komitmen yang diucapkan oleh ketiga perwakilan aparatur negara itu merupakan bagian perwujudan nilai-nilai yang diajarkan oleh semua agama, sejauh manakah pengucapan Sapta Marga, Tri Brata dan Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia itu dipandang sebagai sesuatu yang penting dan bermakna, sekurang-kurangnya bagi para peserta upacara?

Setidaknya, sebagian fakta menunjukkan bahwa tidak kurang aparat yang ironis menanggapinya, katanya "Semua sumpah/janji, baik adanya pada tataran kata-kata, tetapi kenyataannya pelayanan dan keterpanggilan seringkali lebih ditentukan oleh imbalan. Oleh karenanya, semua pakai hitung-hitungan."

Sambutan menteri yang dibacakan oleh inspektur upacara mengangkat tema "Pemerataan Pembangunan yang Berkeadilan Sebagai Wujud Semangat Kebangkitan Nasional." Dalam sambutannya, disampaikan data bahwa indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh berkisar 40%. Salah satu strategi dalam menurunkan ketimpangan itu adalah melalui pemerataan pembangunan infrastuktur yang berkeadilan.

Ada sebuah ungkapan dari seorang wakil komandan kompi tempur di Sekolah Militer Fort Jackson, sebagaimana dikisahkan dalam film Hacksaw Ridge, bernama Sersan Howell, yang mempersiapkan pasukannya dalam misi perang merebut sebuah bibir pantai yang dikuasai oleh tentara Jepang bernama Hacksaw Ridge pada Perang Dunia II. Katanya "Tidak ada sebuah kompi yang lebih kuat dari salah satu anggotanya yang paling lemah."

Sejalan dengan itu, sambutan menteri juga menyinggung bahwa kebangkitan nasional hanya akan terwujud kalau tidak ada wilayah yang ketinggalan dalam gerbong kebangkitan itu. Dengan kecenderungan pola pikir manusia dewasa ini, yang hidup dalam sebuah ekosistem besar dengan atmosfer semangat ingin menang dan saling mengalahkan, sehingga menjadi yang terdepan adalah tujuan utama, walaupun untuk itu tidak peduli bila harus menjadikan yang lain terbelakang. Maka, sangat dibutuhkan kepemimpinan yang betul-betul mengabdi dan melayani bagi negeri bila ingin mewujudkan visi dan tema kebangkitan ini.

Sikap mudah mengucapkan sumpah, pengakuan, tekad, komitmen atau apalah namanya, tapi sama sekali tidak mengindahkannya sebagaimana nampak dalam sikap dan tindakan, patutlah membuat kita yang mendengarnya merasa khawatir karenanya. Seperti menjanjikan harapan sekaligus mempertontonkan kebebalan akut secara bersamaan. Mengingat sampai saat ini, bangsa kita masih saja diuji ketahanannya dengan isu-isu terkait perbedaan dan keberagaman, maka menjadi penting bagi kita untuk memberi perhatian bagi bangkitnya rasa patriotisme kita bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline