Lihat ke Halaman Asli

Teguh Hariyanto

"Seorang biasa yang ingin berbagi kisah kehidupan bagi sesama untuk kehidupan yang lebih baik"

Idealis dan Realistis

Diperbarui: 22 Oktober 2022   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  Tak terasa sudah 5 tahun saya bekerja di sini, begitu rekan kerjaku mengawali pembicaraan. 

Menanggapi hal itu seraya saya bertanya  wah kerasan juga ya kamu kerja disini? ia pun menjawab:"Jika ditanya kerasan atau tidak pasti jawabannya adalah tidak. Namun, masalahnya ini bukan kerasan (betah) atau tidak betah, ini masalah perut. Jika saya tidak kerja saya mau makan apa, anak istri saya, cicilan saya bagaimana? Hehehe.

Pernahkan anda berada di situasi seperti ini? Sejujurnya saya tidak betah lagi bekerja di tempat saya bekerja saat ini, kerjaannya banyak, tidak jelas, atasan juga tidak mendukung, apalagi tempat saya kerja sudah mentok untuk jenjang karier, ditambah lagi rekan kerja yang toxis. Sudah tidak betah rasanya, saya ingin segera resign. Bagaimana sikap anda ketika berada dalam situasi kerja seperti ini? 

Boleh idealis namun harus tetap realistis

Barangkali, ketidakbetahan anda di tempat kerja disebabkan karena pikiran anda yang idealis. Misalnya anda menemukan kecurangan yang dilakukan di tempat ada bekerja. Dalam benak anda ini tidak benar, ini tak sesuai dengan value yang anda pegang.

Sehingga hal ini membuat hati dan pikiran anda bergejolak dan ingin segera resign. Tunggu, jangan buru-buru, mungkin memang kita tidak segera dapat mengubah "budaya" yang ada di tempat kita bekerja.

 Namun, RESIGN dengan buru-buru tanpa belum memiliki pekerjaan pengganti adalah sebuah "kekonyolan." Mengapa demikian? Ya, Setiap keputusan yang anda ambil kecil atau besar pasti ada dampaknya. Apalagi jika anda sudah berkeluarga, menjadi tulang punggung keluarga, keputusan resign tanpa pertimbangan yang mantang bukankah ini sama dengan "bunuh diri massal (keluarga)"? 

Di sinilah anda harus tetap realistis. Lalu apakah ini berarti anda "membuang" pikiran idealis (value) yang anda pegang? Jawabannya TIDAK. Sembari berpikiran realistis kita tetap bisa idealis. Artinya, kita mungkin bisa memulai dari diri kita untuk mensharingkan pikiran dan nilai yang kita pegang.

Mendemostrasikan kepada rekan kerja, kepada perusahaan atau lingkungan tempat kita bekerja agar mereka sadar dan berubah dari kesalahan yang dilakukan. Ingat, tak semua orang paham akan nilai yang anda miliki, bagaimana orang bisa tahu, jika anda tidak pernah berbagi? 

Mungkin kita merasa wah pekerjaan tersebut sia-sia, yang punya pikiran idealis yang punya masih memegang nilai hanya saya. Tidak apa, tetap lakukan meskipun sedikit setidaknya kita melakukannya. Mother Teresa mengatakan:

"Kita merasa apa yang kita lakukan tak lebih hanya ibarat setetes air di lautan. Tetapi lautan itu sendiri merasa kurang tanpa adanya tetesan yang hilang itu."  Mungkin kebaikan kita ibarat menuangkan setetes air ke tengah samudera, tapi ingatlah sekecil apapun itu kebaikan kita pasti akan berdampak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline