Lihat ke Halaman Asli

SYAMSUL BAHRI

Conservationist

Paradigma Pembangunan Kehutanan (Paradigma Hutan Lestari, Rakyat Sejahtera Perlu Dievaluasi)

Diperbarui: 20 Januari 2020   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

By Syamsul Bahri, SE

(Conservationist dan pengamat lingkungan di Jambi)

(Tulisan ini saya tulis dan saya muatkan di beberapa media on linE di Wilayah jambi PADA TAHUN 2017-2018)

Desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia UU no. 6 tahun 2014.

Dan Desa oleh Masyarakat kota besar, yang sibuk dengan aktivitas sehari hari, yang mencerminkan kondisi sesungguhnya adalah manusia "kaya uang dan miskin waktu" serta cenderung mengalami tingkat kejenuhan yg sangat berat diakibatkan kondisi dan situasi di tempat bekerja di kota besar, yg cenderung dalam kondisi 5 Polusi (5P) yaitu polusi udara, suara, air, mata dan tanah, yang mendiskripkan desa sebuah kawasan yang sering dipersepsikan sebagai tempat yang nyaman dan indah.

Meskipun kadang kadang persepsi tersebut tidak selalu benar, bahkan menyimpan sebuah potret buram kemiskinan. Citra tersebut itulah yang hendak dihapus dan dientaskan. Dan upaya tersebut telah lama dilakukan melalui berbagai pendekatan, maka mulai tahun 2015 ini pemerintah secara bertahap menjalankan amanat yang tertera pada undang-undang tentang desa.

Begitu juga pembangunan bidang Kehutanan, seyogyannya bersentuhan dengan masyarakat Desa yang berada dipinggir dan sekitar, serta didalam kawasan hutan, melalui pembangunan Kehutanan dengan Paradigma "HUTAN LESTARI RAKYAT SEJAHTERA", sudah berlangsung lama, bahkan semenjak UU No 41 Tahun 1999, diundangkan, begitu juga di era pemerintahan reformasi, yang telah mengalokasi pembangunan di Desa, melalui alokasi belanja pemerintah pusat yang direalokasikan langsung ke desa dimulai tahun 2015.

"Hutan Lestari Rakyat Sejahtera", paradigma ini secara jelas dan kasat mata terlihat belum bisa mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat desa yang berada dipinggir dan sekitar hutan, bahkan masyarakat termarginal dan terpaksa menggarap lahan dalam hutan yang dikuasai oleh Negara, walaupun sesungguhnya sangat disadari oleh masyarakat desa sekitar hutan, bahwa itu merupakan pelanggan hukum, yang menimbulkan konflik kepemilikan hutan diberbagai wilayah, baik konflik dengan dengan masyarakat secara murni, maupun konflik hutan dengan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kondisi tersebut diatas, terlepas dari adanya dukungan alokasi dana desa Dalam Anggaran dan Belanja Negara setiap tahun yang masuk ke Desa, kondisi desa sekitar dan dalam kawasan, tetap dengan kondisinya.

Undang Undang No. 41 Tahun 1999, menyatakan bahwa hutan merupakan salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat. Dengan demikian hutan hendaknya diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga dan dipertahankan kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, tentunya peran serta aktif masyarakat menjadi sebuah keharusan.

Jika kita fahami konsep pembangunan itu bagaimana mensejahterakan masyarakakat dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, serta mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, baik sebagai subjek dan objek dari tujuan pembangunan dan secara operasionalnya terkoneksi dengan UU No 41 tahun 1999, yang memadukan penyangga kehidupan dengan kemakmuran rakyat.

Karena itu paradigma lama HUTAN LESTARI, RAKYAT SEJAHTERA" tidak sanggup lagi menjawab dinamika sosial-ekonomi. Paradigma pembangunan kehutanan sudah harus mengutamakan perubahan dan keadilan social, serta tetap tidak mengabaikan kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati dan ekologi serta lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline