Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Sentana

Pendidikan dan sosial budaya

Agar Potensi Kreatif Sejalan dengan Perkembangan Individu, Ini Tahapannya!

Diperbarui: 3 Agustus 2021   01:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara praktis, potensi kreatif itu berkembang secara bertahap sesuai periodenya masing masing dengan kekhasannya sendiri. Adapun secara azali, potensi kreatif tadi build in dalam proses kejadian manusia, maka potensi manusia itu "terdorong" oleh sifat sifat ilahi dalam menuju kesempurnaannya yang berpadu pada tabiat ruh, nafs dan akal.

Puncaknya, menurut sebagian pakar dalam catatan Hasan Langgalung, potensi kreatif dan perwujudannya tampak pada usia 25 tahun hingga usia 60 tahun, baik di bidang ekademik, sosial-politik dan ekonomi (informasi-digital) atau bahkan seni.

Perlu diingat juga bahwa perkembangan  proses kreatif tadi sudah muncul sejak usia sekolah dasar, menengah dan sekolah  tinggi, dengan sifat sifat kreatif yang menonjol seperti karya yang khas, pengalaman luas, kebaruan, penerimaan sosial, rasa ingin tahu dan penyelesaian masalah atau resiko yang diambil.

Perlu disampaikan pula bahwa, ada penurunan daya dan pengalaman kreatif pada usia akhir SD dan Menengah Pertama, lalu berkembang kembali di Menengah atas oleh dasar kemandirian individu dan tantangan lingkungan sekitar hingga masuk ke dunia kampus.

Adapun penurunan daya kreatif tadi ditengarai karena banyaknya prosedur dan instruksi serta kekakuan belajar yang mereka terima sejak TK hingga kelas 4 SD sedang mereka sulit "menolaknya".

Berdasarkan atas pengantar di atas maka ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan potensi kreatif yang sejalan dengan kematangan Individu.

Pertama, memerhatikan stimulus kreatif
bagi anak usia sekolah dasar dan menengah berdasarkan kecenderungan minat ataupun tantangan yang relevan dengan usia mereka.

Kedua, membiasakan diri dengan berfikir terbuka, berbicara dengan luwes, tegas, mandiri dan kejujuran dalam berkarya secara orisinil dalam bidang apapun.

Ketiga, agaknya sekolah berbasis proyek belajar dengan prosedur yang tidak kaku dapat melipatgandakan potensi kreatif siswa usia sekolah dasar hingga berkembang di sekolah menengah dan kampus. Adapun di rumah, pengalaman yang beragam dan interaksi yang harmonis akan dapat memantik kreativitas sejalan dengan kepribadian anggota keluarga.

Empat, bila kreativitas itu ada batasnya, maka batasnya adalah upaya total dalam mengembangkan diri pada bidang yang diminati sambil terus membangun interaksi antarlintas disiplin ilmu. Pihak sekolah dan orang tua (juga pemerintah) mesti dapat memediasi kemunculan potensi kreatif itu secepat mungkin berdasarkan gaya dan karya orisinil si anak dalam bidang apapun.

Kelima, pendekatan "Bismi Rabbik" (mengiringi karya dengan nama Allah) merupakan acuan umum yang ditawarkan pendidikan Islam dalam mengeksplore kemampuan kreatif manusia. Hal itu ditujukan agar capainnya tidak menolak fitrah kemanusiaanya, lalu sejalan dengan misi kekhalifahan untuk memakmurkan bumi. Serta munculnya sikap tunduk dalam menyembah Allah lewat wujud karya berupa gagasan, pendekatan baru, penemuan atau keputusan penting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline