Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Menembus Garis Batas 26: Kecantikan Uzbekistan dalam Ragam Wajah

Diperbarui: 20 Oktober 2023   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fashion Show: Dokpri

Matahari sudah menyemburatkan sisa-sisa sinar lembayung senja ketika kami memasuki iwan Madrasah Nodir Devonbegi yang cantik dab berhiaskan ornamen bergambar sepasang burung merak di bagian atasnya.   Saya juga sempat sejenak mengintip kaligrafi nukilan ayat-ayat Al Quran di kedua sisi gapura itu.  

"Kita harus cepat masuk karena pintu ditutup tepat jam 7.00," demikian ujar Guljan yang kemudian mohon pamit karena tugas dia memandu kami sejak siang hingga sore sudah selesai.  Esok pagi akan dilanjut kembali.

Kami memasuki courtyard atau halaman Tengah madrasah yang sudah disulap menjadi restoran terbuka dengan berbagai meja dan kursi lengkap dengan peralatan makan dan minum. Sebagian meja sudah lengkap dengan makanan, namun juga ada meja yang hanya untuk minuman saja. Rupanya disesuaikan dengan paket yang dipilih pelanggan. Kami duduk di dua meja dan saya kebetulan mendapatkan meja dengan nomor 13. 

Tiga Penari: Dokpri

Di bagian depan, sudah ada deretan kursi lengkap dengan alat musik dan para pemainnya yang berseragam baju putih lengan panjang dan celana warna hitam.  Satu, dua, tiga, .....  tujuh, delapan, Sembilan.   Saya menghitung ada Sembilan lelaki dengan rentang usia sekitar 30 hingga 50 tahunan yang sudah siap memainkan beragam alat music baik petik, tiup, gesek, dan perkusi.   Salah satu yang paling popular adalah doira yang merupakan alat music perkusi, juga ada yang memainkan rubab yang mirip dengan rebana, serta dutor dan alat musik  tiup seperti seruling yang saya tidak tahu namanya. 

Makanan di meja 13: Dokpri

Tidak lama kemudian, musik mulai dimainkan dengan irama tradisional Uzbek yang sekilas mirip alunan musik Timur Tengah dan sesekali mirip juga irama dangdut atau India.   Bersamaan dengan itu, makanan juga mulai dihidangkan berupa nasi Pilov, sashlik , sejenis sup, roti nan, samsa,dan tentu tidak ketinggalan buah semangka serta melon Uzbekistan yang sangat manis.

Tidak lama duduk, suara azan maghrib menggema dari masjid tidak jauh dari madrasah ini, sekelompok orang yang duduk di meja di sebelah kami kemudian dengan tenang meninggalkan meja mereka.  Rupanya mereka menunaikan salat magrib dahulu sebelum kembali lagi ke tempat duduk sekitar 15 menit kemudian. Melihat pakaian dan penampilan mereka, kemungkinan wisatawan dari negara-negara Asia Tengah di sekitar Uzbekistan ini.

Sambil menikmati makanan, mula-mula tampil tiga orang gadis penari yang memakai kostum tradisional Uzbek berupa gaun panjang warna kuning cerah lengkap dengan sejenis rompi warna hitam. Rambutnya yang panjang dikepang dan memakai penutup kepala yang khas.  Gerakan tarinya sangat dinamik dengan banyak mengangkat kedua tangan ke atas dan kemudian memutar-mutar tubuh.  

Selain tiga gadis ini, juga tampil seorang gadis cilik yang memakai kostum tradisional dengan dominasi warna merah dan coklat tua yang dominan.  Karena menari solo, gadis ini tampak lebih bebas mengungkapkan ekspresi dan tampak sangat energik . Basik gerakannya tetap sama dan saya sendiri pernah mendengar tentang tarian tradisional Uzbek yang Bernama Khorezm Lazgi. Mungkin ini adalah tarian tersebut. Namun karena sama sekali tidak ada kata-kata pengantar saya dan penonton lainnya juga kurang mafhum dengan nama-nama tarian yang disajikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline