Lihat ke Halaman Asli

Tamita Wibisono

TERVERIFIKASI

Creativepreuner

Memuliakan Tamu, Terlebih Saat Berbuka Puasa: Kisah Zaid Bin Tsabit Sang Penulis Wahyu dan Surat-Surat Nabi

Diperbarui: 4 Mei 2021   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi Brillio.Net

Diantara sekian banyak sahabat nabi yang senantiasa meneladani sifat dan sikap keseharian Rosul, adalah Zaid bin Tsabit sahabat nabi yang usianya cukup belia dibandingkan dengan yang lain. Zaid bin Tsabit An-najjari Al Anshari, demikian nama lengkap sang "sekretaris" nabi.

Rentang waktu 15 H menjadi penanda nabi begitu memberi peluang pada sabahat-sahabatnya tanpa memandang usia. Demikianlah sosok Zaid bin Tsabit diberi kepercayaan penuh oleh Rasulullah SAW untuk menjadi penulis Wahyu sekaligus menulis surat-surat atau istilah saat ini disebut dengan korespondensi zaman nabi.

Usia boleh muda, namun Zaid bin Tsabit memiliki peran yang luar biasa. Melansir dari islam.nu.or.id, dikisahkan bahwa Rosul mendikte/membacakan secara lisan kepada Zaid Bin Tsabit untuk kemudian ditulis kan.

Konon tak hanya  piawai  dalam menulis, namun Zaid bin Tsabit juga memiliki daya ingat , hafalan serta kemampuan bicara yang dapat diandalkan. Bahkan disebutkan bahwa Rosul sempat memerintahkan Zaid untuk pula memperlajari aksara Yahudi, Ibrani, Suryani dan lain lain. Zaid bin Tsabit adalah sahabat nabi yang memiliki multitalenta tersendiri.

 Sebuah proses yang sungguh luar biasa, mengingat wahyu yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad hingga kini dapat kita baca dalam AlQuranul Kareem. Semua itu tak lain tak bukan berkat jasa Zaid Bin Tsabit.

Ditengah peran penting sebagai penulis Wahyu, nyatanya Zaid bin Tsabit pun memiliki kisah yang patut kita teladani. Kisah itu terjadi di Madinah, saat itu Rasulullah kedatangan tamu seorang musafir. 

Pada sebuah mimbar beliau menawarkan  bagi para sahabat untuk menjamu si tamu. Zaid bin Tsabit pun kemudian memberanikan diri untuk menyanggupi menjamu tamu musafir dari Makkah itu.

Tak dinyana, manakala Zaid bin Tsabit mengemukakan perihal jamuan yang harus diberikan pada tamu kepada sang istri , ternyata kondisi mereka sedang tidak memungkinkan. Secara ekonomi Zaid beserta istri dan anak-anaknya hanya memiliki sedikit makanan yang hanya cukup dimakan oleh anak-anak mereka.

Begitulah istimewanya sifat dan sikap para sahabat nabi. Mereka benar-benar meneladani sikap Rosul tanpa setengah-setengah. Terlebih manakala kepercayaan yang diberikan untuk menjamu tamu tersebut telah disanggupi oleh Zaid bin Tsabit. Dalam kondisi papa, bukanlah menjadi penghalang untuk tidak melaksanakan amanah yang diberikan.

Alhasil sebuah rencana pun muncul. Sebuah pengorbanan untuk memuliakan tamu yang harus tetap mereka jamu. Dengan sedikit makanan yang mereka miliki, mereka ikhlaskan untuk menjamu tamu semata.

Dengan hanya memberi sedikit  penerangan di ruang tamu yang menjadi tempat jamuan makan malam, Zaid dan istrinya berpura-pura makan dengan tetap membunyikan kecap mulut. Sementara makanan yang tersedia mereka suguhkan untuk sang tamu. Sementara anak-anak mereka masih dalam posisi tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline