Lihat ke Halaman Asli

Syifa Ann

TERVERIFIKASI

Write read sleep

Merenda Dialog Tunggu di Hari ke Tigabelas

Diperbarui: 29 Oktober 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

: Tigabelas kali mentari terbit dari timur menitipkan harap pada pagi dan terik pada siang musim kemarau, tigabelas kali matahari kembali tenggelam di barat peraduan senja merah nan ranum, tigabelas hari pula kamu masih menjaga nyala api itu: semangat dalam tunggu yang telah mengkeristal menjadi sabar di dini hari ke tigabelas. Sementara kunci rumahmu belum dikembalikan sang waktu.

Ah barangkali kamu sedang ditempa untuk lebih menghargai dia: Tuan waktu.

Sini kuberitahu sesuatu: Tuan waktu dia sangat disiplin, dia menyapu apa saja yang dilewatinya tak peduli kamu siap atau tidak. Mungkin kunci rumahmu salah satu yang ikut tersapu bersamanya, tapi tuan waktu itu teliti: dia akan mengumpulkan semua yang telah dilibasnya dan mungkin dia akan kembalikan sebuah benda pada pemiliknya, tapi dia akan lihat seberapa kamu menginginkan benda itu untuk kembali lagi.

"Ah tentu saja aku mau kunci rumahku kembali, kamu gak lihat aku menunggu di depan pintu sudah tigabelas hari?" Katamu.

"Iya manis, aku tahu tunggumu itu telah memprasasti menjadi sabar, semangatmu masih seperti api yang menyala, dan kamu masih percaya pintu pasti bisa dibuka. Pesanku teruslah berusaha, ketuk terus pintunya dengan bersahaja, pintu itu jangan didobrak ya, nanti rusak, tulisi dinding rumahmu itu dengan sajak dan ragam cerita, lukis dengan penuh warna! Ingat satu hal; ini rumahmu sendiri, tidak mungkin kalau tidak bisa dibuka. Yakinlah sang waktu pasti punya cerita."

Barangkali saat ini dia ingin kamu belajar untuk mengenal makna syukur yang melebar, mengeja tunggu dalam sabar menanti kuncup bunga mekar. 

"Sudah?" Gerak bibirmu bertanya.

"Ingat satu hal lagi. Tuhan: Zat yang Maha itu tak pernah tergesa-gesa tapi juga tak pernah berlambat-lambat, akurasinya selalu tepat, jadi mengapa harus khawatir? Kamu hanya perlu percaya: semua akan baik baik saja."

Baik, saatnya kutinggalkan kamu lagi di depan pintu rumahmu sendiri, jagalah dirimu baik-baik.

"Oke" 

Kamu mengakhiri percakapan dengan senyuman dan kamu kembali menyulam sabar disitu: di beranda depan rumahmu yang kunci pintunya masih dipegang sang waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline