Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Taman Bacaan Ramah Difabel di Kaki Gunung Salak

Diperbarui: 4 Agustus 2021   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Di tengah era digital, bisa jadi anak-anak difabel kian terpinggirkan. Sulit mendapat tempat di fasilitas publik, apalagi yang berbiaya mahal. Entah itu sekolah, restoran atau taman bacaan sekalipun. Anak-anak difabel atau berkebutuhan khusus seakan "tidak mendapat tempat" lagi. Itulah realitas yang terjadi. Diskriminasi, suka tidak suka, dialami anak-anak difabel baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

Tapi realitas diskriminatif, tidak berlaku untuk TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebagai bagian dari komitmen gerakan literasi untuk semua, maka TBM Lentera Pustaka pun saat ini melayani anak-anak difabel. Karena sejatinya, tidak ada alasan untuk tidak menerima anak-anak difabel. Gerakan literasi adalah bagian dari pendidikan inklusi, yang harus memberi ruang terhadap anak-anak difabel.

Sekalipun taman bacaan adalah jalan sunyi yang tidak banyak ditempuh banyak orang. Tapi sejak Mei 2021 ini, TBM Lentera Pustaka pun kedatangan 3 anak difabel atau penyandang cacat yang ikut belajar dan bersosialisasi di taman bacaan. Siapa saja anak-anak difabel yang ada di TBM Lentera Pustaka?

1. Atik, perempuan 28 tahun, tergolong anak berkebutuhan khusus (ABK) dan bertempat tinggal Kampung Warung Loa.

2. Tasya, perempuan 17 tahun, anak hidrosefalus dan bertempat tinggal di Ciapus Bogor.

3. Rizki, laki-laki 14 tahun, anak tuna wicara dari Cikaret Bogor.

Tentu, keberadaan anak-anak difabel di taman bacaan ukanlah untuk membaca buku. Tapi untuk melatih sosialisasi dan interaksi dengan anak-anak normal lainnya. 

Dengan model TBM Edutainment yang dikembangkan TBM Lentera Pustaka, anak-anak difabel ini dilatih untuk "belajar sambil bermain", di samping mendapat terapi sesuai kebutuhan disabilitas-nya. 

Seperti terapi bicara, terapi motorik, dan terapi sosialisasi yang dibimbing langsung oleh wali baca atau relawan. Agar mereka punya aktivitas yang positif dan merasa "setara" dengan anak-anak lainnya.

Taman bacaan yang ramah difabel ini, sejatinya menjadi jawaban atas kondisi masih banyaknya tempat dan lingkungan yang "tidak bersahabat" dengan anak-anak difabel. Terlalu diskriminatif atau menganggap remeh mereka. Bahkan tidak sedikit yang mem-bully. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline