Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Sudah Saatnya Kamu Bersanding, Kenapa?

Diperbarui: 3 Maret 2021   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Sudah saatnya kamu bersanding. Apalagi di saat pandemi Covid-19. Kenapa?

Hampir semua orang pacaran. Ingin bersanding hingga ke pelaminan. Seperti semua mahasiswa pun ingin bersanding dengan ijazah pada akhirnya. Bersanding itu berarti "berjajar atau berdampingan". Atau duduk bersebelahan. Jadi, bersanding seperti dekat bila dilihat secara fisik. Secara kasat mata semata. Tapi belum tentu secara moral, secara hati nurani.

Di era digital kini, pun banyak orang duduk bersebelahan. Secara fisik dekat. Tapi sayang, satu sama lainnya justru sibuk bermain gawai. Mereka berdampingan tapi tidak saling bicara, tidak saling menyapa. Karena asyik dengan gawainya. Terlalu asyik dengan dirinya sendiri.

Bersanding atau berdampingan itu hanya simbol. Dekat belum tentu menyatu. Fisiknya dekat tapi hatinya jauh. Maka bersanding bukan soal fisik. Tapi urusan moral. Seperti dunia itu fisik. Tapi akhirat itu moral. Bekerja mencari uang itu fisik. Tapi mau berbagi kepada anak yatim itu moral. Agar tercipta "keseimbangan". Bersanding agar seimbang; dunia dan akhirat. Seimang fisik dan moral. Tidak hanya bertepuk sebelah tangan. Enak di diri sendiri. Tapi orang lain tetap menderita.

Bersanding pun harus ada di taman bacaan. Esensi taman bacaan tidak hanya soal buku atau anak. Tapi hadirnya orang dewasa untuk mendampingi anak-anak yang membaca sangat penting. Sebuah komitmen dan konsistensi. Karena hidup pun tidak melulu soal "ke atas" tapi "ke samping". Agar seimbang.

Bersanding itu sangat manusiawi. Untuk menjaga keseimbangan.

Setiap orang pasti punya hak tapi juga punya kewajiban. Ada gembira pun ada sedih. Ada kaya ada miskin. Ada saat mencari, ada saat untuk memberi. Maka siapa pun, bila berani membenci maka harus berani pula memuji. Agar terjadi keseimbangan. Jadi lebih objektif, tidak melulu subjektif.

Sang Khalik menyuruh manusia hidup seimbang. 

Setiap perkartaan harus diikuti perbuatan. Setiap niat harus dilengkapi dengan eksekusi. Sungguh, kelebihan yang dimiliki manusia itu dikasih Allah untuk menutupi kekurangannya. Karena Allah mau manusia hidup seimbang. Lalu, mengapa kita belum mau "bersanding"?

Lahir harus bersanding dengan batin, begitu ajarannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline