Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Sahabat dari Papua, Asyik Lagi Akrab

Diperbarui: 30 Agustus 2019   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

"Hai Bapak. Apa kabar? Kapan bisa kasih kuliah umum di Papua?" begitu sapa sahabat saya. Dia seorang Ketua Sekolah Tinggi di sana. Dan kini tengah menempuh kuliah S3 Manajemen Pendidikan di Unpak. Dia mau maju. Bayangkan tiap 2 minggu sekali ikut kuliah. 

Ongkosnya saja gak tahan, 8 juta per sekali kuliah. Tapi sejak ongkos pesawat naik jadi 12 juta, memang sahabat saya ini jadi jarang kuliah. Saat kuliah bersama kemarin-kemarin, dia suka menginap di TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. 

Maklum Jumat kuliah samapai larut malam, sementara Sabtu pagi sudah kuliah lagi. "Saya suka di sini Bapak. Hawanya sama seperti di Papua" saat dia ekspresikan  rasa senangnya.

Tapi bukan itu soalnya. Sahabat saya dari Papua ini. Sungguh, luar biasa baik.

Dia selalu menawarkan apa yang dia punya. Sekalipun hanya roti yang ada di tangan. Keramahannya pun melebihi teman-teman yang lain. Apalagi senyumnya, wow gak tahan pokoknya. Jadi, salah bila ada anggapan yang negatif tentang sahabat saya dari Papua.

Bahwa mungkin, sahabat saya punya "watak yang keras" dan suaranya menggema. Itu pasti karena geografis dan kerasnya alam di sana. Orang timur ya memang berwatak keras. Sama seperti daerah lain yang dikenal lembut atau lainnya. Sahabat saya memang tidak bisa basa-basi. 

Itu sikap beliau. Makanya ada kesan, sahabat saya itu sangat spartan dan tidak kenal kompromi bila ada hal yang gak sesuai dengan hati nuraninya. Tapi di balik itu, saya merasakan, sahabat saya ini tergolong teman yang "sangat setia kawan". 

Sangat loyal dan bahkan sangat menghargai pertemanan. Berasa aman dan tentram bila dekat sahabat saya ini. Ini sinyal, bahwa berteman dengan sahabat saya ini. Bila saya diganggu, pasti dia akan bela mati-matian saudaranya. Tapi bila dia disakiti, pastinya pula dia akan bertindak atas apa yang dia pikir. Sederhana saja.

Satu yang paling saya suka dari sahabat saya ini. Menurut saya, dia sangat mahir membuat saya tertawa atau tesenyum walau harus sambil mikir. Bukan tertawa yang "gragas" gak jelas juntrungan. Saya suka diajarin dia, bahwa "tertawa itu harus sambil mikir".

Apa yang saya mau bilang di sini? Saya mau bilang. Bahwa sahabat saya dari Papua memang berwatak keras. Tapi dia sangat setia kawan dan pandai membuat saya tertawa. Maka, sangat ngawur dan aneh bila ada orang yang berkata-kata miring atau tidak pantas tentang sahabat saya. Apalagi mem-bully, sangat tidak elok. Saya dengan sahabat saya punya kedudukan yang sama. Sama-sama mahasiswa, sama-sama manusia, dan sama-sama punya hak azasi. Sahabat saya yang tekun dan mau berjuang untuk ilmu. Agar lebih baik lagi...

Saya pun sedih, bila sahabat saya hatinya terluka. Saya merasakan itu. Karena buat saya, dia saudara saya. Tolong, jangan ada pandangan yang meremehkan sahabat saya. Sahabat saya ini bukan hanya baik. Tapi asyik buat akrab. Sementara di luar sana, banyak yang mengaku sahabat tapi tidak asyik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline