Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Paradoks "Zaman Now": Mencari yang Buruk dari yang Baik

Diperbarui: 18 Februari 2018   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Orang-orang paradoks zaman now. 

Paradoks zaman now. Terjadi ketika ada pernyataan yang dianggap berlawanan dengan umum. Tapi kenyataannnya benar. Saling pro kontra, saling mencari kelemahan.

Seperti kata "ya". Bisa berarti "ya" tapi bisa juga berarti "tidak". Bahwa kita hidup di negara ini, pasti mengangguk "ya". Tapi apakah kita mendukung negara ini, jawabnya bisa jadi "tidak". Paradoks itu seperti orang galau di medsos. Atau orang gugup di panggung nyata. Apa yang gak perlu dikatakan, malah dikatakan. Apa yang mau dikatakan, malah gak terkatakan ...

Hidup memang penuh paradoks.

Apa yang dilakukan tidak berbanding lurus dengan hasilnya. Ada yang lurus ilmunya, lemah kelakuannya. Ada yang melotot matanya, malas membacanya. Ada yang kuat ekonominya, bengkok logikanya. Ada yang kuat rumahnya, lemah di kantornya. Ada yang keren di kampusnya, ada yang memble di rumahnya. Ada yang kaya maternya, ada yang miskin jiwanya. Ada yang sudah kaya raya, tapi masih doyan korupsi. Semua itu paradoks. Dan sulit dihilangkan. Karena manusia tetaplah manusia. Sehebat apapun dia.

Paradoks. Selagi masih jadi manusia selalu ada paradoks.

Ada yang setuju, ada yang gak setuju. Ada yang rajin baca, ada yang malas banget baca. Ada yang doyan nulis, ada yang cuma doyan nyeletuk.

Manusia itu bisa kuat di satu sisi. Tapi saat yang sama, dia lemah di sisi lain. Jadi rileks saja. Kalo dilemahkan di beberapa sisi, pasti akan dikuatkan di beberapa sisi lainnya. Itu semua hukum paradoks, tentu sesuai dengan hukum-Nya.

Manusia tidak mungin benar terus. Kalo di satu sisi salah, maka di sisi yang lain benar. Begitu pula sebaliknya. Sebab itu, manusia berbeda dan beragam, beraneka gaya. Kenapa? Agar ada ruang untuk saling melengkapi, agar bisa cari yang sama satu sama lainnya. Agar bisa kerjasama, bisa interaksi.

Jika ibadah yang kenceng dan iman yang lurus identik dengan perolehan uang dan harta. Maka koruptur pasti dianggap pemilik ajaran lurus. Jika orang yang mengajar identik dengan kebenaran. Maka para pengajar itu pasti masuk surga. Berhati-hatilah, cara berpikirnya gak begitu.

Kalo ada yang lurus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline