Lihat ke Halaman Asli

Khafidz Syafrudin

Human Resources Officer | Entrepreneur | Art Enthusiast

Pandemi COVID-19: Bikin 'Gulung Tikar', Tapi Mendigitalisasi Pasar!

Diperbarui: 5 Desember 2022   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mari membayangkan kembali suasana pusat pertokoan pada awal 2020. Pasti riuh lautan manusia di ‘tanggal muda’, musik kencang jejeran toko-toko, serta sambutan hangat para penjual menjadi ingatan pertama yang terlintas. Namun dalam waktu sekejap, sebuah berita kasus pertama COVID-19 di Indonesia bermunculan di semua media, menghentikan hampir semua roda ekonomi hanya dengan hitungan hari. Pada akhirnya, pandemi menjadi sebuah momok terburuk bagi para pengusaha di Indonesia, tapi apakah sebetulnya demikian? Ternyata tidak juga. Meskipun pandemi membuat sebagian pengusaha ‘gulung tikar’, sebagian lagi berupaya untuk terus bertahan dan melakukan digitalisasi pasar.

Pada sebuah diskusi bertajuk “COVID-19 Impact on Digital Economy: Indonesia Case” yang disampaikan oleh Prof. Sri Adiningsih, M.Sc., Ph.D., di Universitas Gajah Mada, dijelaskan tentang bagaimana pandemi membuat mayoritas masyarakat beralih ke dunia daring, yang mana memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan perekonomian serta transformasi digital. Berdasarkan data yang didapat, ditemukan angka pengangguran serta kemiskinan meningkat ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Namun demikian, pandemi tersebut juga telah mendorong Indonesia dalam mengembangkan transformasi digitalnya, sehingga terlahirlah perusahaan-perusahaan e-commerce serta layanan financial technology yang kian marak di kalangan masyarakat, dan tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 memiliki peran andil di dalamnya. Prof. Sri Adiningsih juga mengatakan bahwa terjadinya peningkatan penggunaan platform digital sebanyak 59% sejak Oktober 2020 didapati dari sejumlah perusahaan mikro serta perusahaan pada sektor manufaktur. Lantas apa sebetulnya alasan yang kini membuat para pengusaha tersebut lebih ‘betah’ membuka usahanya secara daring, meskipun pandemi sudah mereda?

Bisnis e-commerce diproyeksikan memiliki potensi pertumbuhan yang lebih baik hingga 15-25% di tahun-tahun yang akan datang. Sejumlah pengusaha secara membludak telah beralih pada media daring ini karena memiliki hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan konsumen. Para konsumen sudah tidak lagi membutuhkan ‘uang bensin’ untuk pergi mencari barang yang mereka inginkan, sebab itu semua sudah dapat dijangkau hanya denga satu sentuhan jari pada layar kaca telepon genggam. Bagi pengusaha, salah satu keunggulan dari penggunaan media ­e-commerce adalah untuk memaksimalkan pendapatan usaha secara mobile, tidak mengenal ruang dan waktu. Dari cakupan layanan daring yang luas, pengusaha tidak perlu lagi membuka cabang usahanya ke daerah, provinsi, atau bahkan negara lain, sebab segala transaksi penjualan secara simultan dapat terus terjadi selama 24 jam non-stop.

Membuka usaha pada platform daring juga memungkinkan pengusaha untuk menekan modal usaha dengan angka yang minimum. Hal ini dapat terjadi karena pengusaha tidak perlu lagi membeli ataupun menyewa sebuah tempat khusus untuk membuka usahanya. Biaya pemasaran yang besar, seperti penggunaan spanduk, baliho, dan pamflet juga dapat ditekan sebab beriklan di platform daring jauh lebih mudah dan murah. Dengan canggihnya teknologi yang sudah ada, para pengusaha diberikan kemudahan untuk memasarkan produknya terhadap konsumen tanpa batas.

Pada akhirnya, pandemi COVID-19 tidak melulu menutup ‘lapak’ para pengusaha, tetapi sebetulnya menjadi sebuah sarana percepatan digitalisasi pasar yang dapat menguntungkan pengusaha dan juga konsumen di Indonesia. Bisnis tidak tutup selamanya, hanya beda bentuknya saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline