Lihat ke Halaman Asli

Swinly Sumual

Mahasiswa

Politik Gelap

Diperbarui: 16 September 2025   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEGELAPAN POLITIK.

Politik selalu menunjukkan keindahan di atas keburukan, seperti perhiasan yang berkilau di etalase murahan, begitu pula dengan konteks politik, semua hal bisa enak di dengar dan dipandang, tetapi pada kenyataanya menyimpan banyak kepalsuan. Suatu bercak yang tampak bersih tetapi Begitu disentuh, ia berubah menjadi noda yang sulit hilang. Politik adalah kekuasaan, dan kekuasaan adalah politik. Dua hal ini saling menempel. Siapa yang memegang kekuasaan akan mengendalikan politik, dan siapa yang mengendalikan politik akan menjaga kekuasaan agar tidak terguncang, dengan segala cara, bahkan cara-cara yang tak pernah ingin Anda bayangkan.

Menjaga kekuasaan dilakukan tidak dengan ritual bersih dan suci . Ia bisa beraroma wangi ketika baru diperkenalkan, namun akan amis saat situasi dan kondisi memberi tahu kenyataan. Kekuasaan bagaikan rantai besi yang membelenggu, membuat orang tunduk, lumpuh, dan takut bergerak. Rantai itu tampak berkilau, tetapi di dalamnya tersimpan karat yang siap melukai siapa saja yang mencoba melawan.

Politik adalah panggung pencitraan: hari ini kawan, besok bisa jadi lawan; yang semula musuh, bisa jadi sahabat karib di meja perundingan. Semua tergantung arah angin. Di panggung politik, loyalitas tak lebih dari sekedar bermain peran untuk memberi dukungan terhadap kawan sekalipun pernah jadi lawan, sementara pengkhianatan adalah pintu untuk menggagalkan lawan yang semulanya kawan. Maka tidak heran jika wajah yang tersenyum di depan kita dilatar belakangi oleh harta dan tahta yang sedang di usahakan pemeran drama tersebut.

Kotoran politik tidak pernah habis. Seksualitas, narkoba, pencucian uang, pemerasan, penindasan, bahkan intimidasi, bisa dijadikan bahan bakar kekuasaan. Politik tak selalu terang, beberapa kali justru menampilkan kegelapan. Hanya saja, kita terlalu sering terpukau oleh tata lampu, sorak penonton, dan pidato berapi-api yang terdengar seperti doa, padahal hanyalah dagelan.

Politik tak lepas juga dari kelemahan dan celah. Inilah yang paling ditakuti para politisi. Daging manusia yang mereka miliki sering kali menjebak mereka untuk melakukan tindakan yang bahkan tak kita duga bahwa mereka bisa melakukan tindakan kotor dan busuk. contohnya seperti membunuh saksi atas kejahatannya sendiri, perselingkungan, pemerkosaan, dan tindakan lainnya yang bahkan secara naluri manusia, dosa ini benar-benar tak bisa di ampuni.Mereka akan melakukan apa pun untuk menutupinya sekalipun harus mengubah alur aturan yang ada.

Apakah politik bisa bersih? Pertanyaan itu sama lucunya dengan berharap bbm bisa turun harga berkali-kali lipat. Namun, bukan berarti mustahil. Politik bisa saja diputihkan, meski butuh waktu panjang dan kesabaran setara nabi. Tugas kita bukanlah terjun ke dalam lumpur itu, cukup berdiri di tepi sambil melempar kritik, sindiran, dan pertanyaan. Didengar atau tidak, itu urusan belakangan. Toh, politik selalu mendengar, meski pura-pura tuli.

Pada akhirnya, berbicara soal politik sama saja dengan mengupas bagian tubuh untuk operasi. Setiap lapisan yang terbuka membuat rasa geli dan ngeri tak dapat di hindari, namun hanya dengan cara itu kita bisa memberikan pertolongan untuk kesembuhan, walaupun pada akhirnya, tetap Tuhan yang akan menentukan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline