Lihat ke Halaman Asli

Satrio Wahono

magister filsafat dan pencinta komik

Al-Hallaj dan Wahdat Al-Adyan, Konsep Yang Perlu Disikapi Dengan Kehati-Hatian

Diperbarui: 25 Juni 2025   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga buku yang memuat pemikiran tasawuf dan Al-Hallaj (sumber: dokumentasi pribadi)

Di daerah perkotaan yang didera deru cepat kultur modern yang rasional dan mementingkan aspek kebendaan di permukaan, orang merasakan kegersangan diri karena tidak terpenuhinya dimensi batin atau spiritualitas mereka. Akhirnya, banyak orang mulai kembali ke ajaran-ajaran atau pemikiran-pemikiran spiritual. 

Dalam konteks Islam, ada yang menggeluti kajian kembali ke syariat secara murni, tapi ada juga yang menekuni ajaran tasawuf (penyucian hati untuk menanamkan kedekatan dengan Tuhan dan akhlak mulia) yang mementingkan hakikat dan makrifat (pengenalan/pengetahuan hakiki tentang Tuhan). Terkait ajaran tasawuf, Julian Baldick dalam Islam Mistik (Serambi, 2001) membaginya menjadi tasawuf sober (sadar) yang masih mementingkan aspek syariat dan ritual peribadatan serta tasawuf drunk (mabuk) yang lebih mengutamakan hakikat pertemuan dengan Tuhan Sang Kekasih. Jenis tasawuf kedua sering juga disebut sebagai tasawuf filosofis.

Ajaran tasawuf filosofis inilah yang kemudian sering memicu kontroversi jika tidak digeluti dan disikapi dengan penuh kehati-hatian. Salah satu contohnya adalah jika kita meneliti konsep Wahdat Al Adyan (kesatuan agama-agama) dari pemikiran Al Hallaj (858 - 921 M).

Kesatuan agama

Merujuk pada salah satu buku pengantar terbaik tentang pemikiran Al-Hallaj berjudul  Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama karya Fathimah Usman (LKIS, 1999), Al-Hallaj berpendapat bahwa pada dasarnya agama-agama yang ada itu berasal dan akan kembali pada pokok yang satu, sehingga semua agama itu pada dasarnya sama dan bertujuan sama, yaitu mengabdi kepada Tuhan yang sama.

Oleh karena itu, Al-Hallaj melanjutkan bahwa pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara monoteisme dan politeisme karena keduanya berasal dari Tuhan yang sama. Apalagi, imbuh al-Hallaj, Tuhan itu bersifat Satu, unik, sendiri, sehingga tidak bisa disifati dengan apa pun. 

Dengan demikian, seseorang yang sudah mencapai tingkatan makrifat akan memandang bahwa setiap yang disembah adalah Tuhan karena mereka telah mampu melihat hakikat di balik segala bentuk lahiriah.

Adapun konsep Wahdat Al Adyan ini berasal dari dua konsep kunci lain dari pemikiran Al-Hallaj, yaitu hulul dan Nur/Haqiqah Muhammad (Cahaya Muhammad atau Hakikat Muhammad). Sebagaimana diringkaskan oleh Prof. Ahmadi Isa dalam Tokoh-Tokoh Sufi (Srigunting, 2000), hulul merupakan perkembangan yang berbeda dari konsep ittihad Abu Yazid al-Bustami. Dalam ittihad, diri seseorang hancur sehingga yang ada hanya Tuhan, sehingga hanya ada satu wujud. Sementara dalam hulul, diri Al-Hallaj tidak hancur sehingga ada dua wujud yang bersatu dalam satu tubuh. Ini lantas berujung pada pernyataan Al-Hallaj yang terkenal kontroversial dan membuat dia dihukum mati, yaitu  Ana Al-Haqq (Aku adalah Kebenaran). Yang tersisa hanyalah hakikat mutlak, sehingga agama-agama hanyalah bentuk lahir permukaan saja.

Kemudian, terkait dengan konsep Nur Muhammad, Al-Hallaj mengemukakan bahwa Nur atau Cahaya Nabi Muhammad itu bersifat qadim, yaitu ada sebelum terjadinya segala sesuatu, sehingga Nur Muhammad menjadi pusat kesatuan alam dan kemudian menjadi pusat atau sumber dari kenabian para nabi lain (atau agama lain). Muncullah kemudian konsep bahwa semua agama itu sama karena risalah yang dibawa para nabi berasal dari cahaya yang sama.

Kritik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline