Lihat ke Halaman Asli

Dampak Pernikahan Dini bagi Kesehatan Perempuan

Diperbarui: 16 April 2021   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan dini (sumber: indozone.id)

Bulan April bagi masyarakat Indonesia identik dengan bulan perempuan. Selain masalah emansipasi, juga lalu merambah pada masalah pendidikan, profesi dan kesehatan perempuan. Meski sudah memiliki kementerian sendiri (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), namun masalah perempuan dari tahun ke tahun tetap merupakan topik menarik untuk dibahas.

Di Indonesia, masalah yang menyeruak adalah penikahan dini. Mungkin di kota besar yang anak  perempuan sudah memperoleh pendidikan tinggi, masalah ini sudah teratasi. Tapi bagaimana dengan perempuan yang tinggal di kota kecil atau pedesaan? Meski Undang Undang telah menyebutkan bahwa usia minimal penganten perempuan adalah 19 tahun, kenyataannya masih banyak ditemui perempuan yang "dipaksa" menikah pada usia muda ironisnya oleh orang tuanya sendiri.

Alasannya macam-macam dari masalah sosial-ekonomi, seperti orang tua anak perempuan tidak mampu membayar hutang, kekurangan beaya untuk menghidupi anak-anak sehingga bila anak perempuan ada yang melamar, mampu meringankan beban orang tua, adat yang melarang menolak lamaran, bangga mendapat menantu dari keluarga kaya dan lain-lain.

Sadarkah orang tua bahwa suatu pernikahan dini memiliki dampak mental yang kurang baik bagi pasangan muda tersebut? Usia muda mempersoalkan pengertian tentang tanggung jawab. Banyak penganten laki-laki yang sudah dinikahkan oleh orang tuanya, padahal belum memiliki pekerjaan tetap.  Akibatnya, meski sudah menikah tetap tergantung secara ekonomi  pada orang tuanya, sehingga tidak mandiri. Hal ini akan berakibat fatal bila orang tua yang menjadi sandaran hidup, sakit atau meninggal dunia. Pernikahan dini juga berakibat hilangnya masa remaja yang indah. Dengan menikah kedua pasangan menjadi saling terikat dan kehilangan kebebasannya sebagai remaja dalam mencari banyak pengalaman hidup.

Hal lain adalah tingkat pendidikan yang diraih kedua pasangan terlalu rendah. Kurangnya pendidikan akan berakibat mereka nantinya mendidik anak-anaknya secara asal-asalan. Juga peluang yang mengarah pada kemiskinan baru, karena rendahnya pendidikan tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang memadai penghasilannya. Cara mengasuh anak yang kurang tepat karena faktor kedewasaan yang belum matang. Juga mesti harus dibimbing oleh orang tua karena belum banyak menimba pengetahuan.

Pernikahan dini juga cenderung menimbulkan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) karena kedua pasangan masih labil emosinya. Dan hal ini rawan berakibat perceraian. Bila.perceraian terjadi setelah memiliki anak, akan menimbulkan generasi 'broken home' yang akan menimbulkan kepelikan tersendiri dalam kehidupan.

Selain dampak mental, pernikahan dini juga berakibat buruk pada kesehatan, khususnya pada anak perempuan yang harus hamil pada usia yang belum matang. Beberapa pustaka kesehatan menjelaskan bahwa hamil pada usia muda akan berbahaya bagi ibu muda.

Ibu muda akan terkena tekanan darah tinggi atau hipertensi, hal ini dapat diperiksa dengan adanya protein dalam urine. Timbulnya gejala anemia akibat kekurangan zat besi yang dapat berakibat bayi lahir prematur atau berat badan kurang. Dan yang paling fatal adalah ibu muda akan meninggal dunia saat melahirkan akibat tubuh yang belum matang untuk suatu persalinan.

Guna mengatasi hal ini perlu banyaknya relawan yang dapat melakukan edukasi di pedesaan. Selamatkan generasi muda bangsa dari akibat pernikahan dini yang dampaknya sangat buruk bagi keluarga baru dan khususnya anak perempuan. Gerakan ini dapat dikoordinir oleh Kementerian PPPA. Selamatkan generasi muda kita, demi generasi yang lebih sehat dan berkualitas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline