Lihat ke Halaman Asli

Surya Al Bahar

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Bingung Menetapkan Kapan dan Bagaimana Bencana Nasional

Diperbarui: 9 Oktober 2018   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: lensaindramayu.com

Bangsa Indonesia akan tiba saatnya mengalami puncak masa-masa kebingungan untuk menetapkan kapan, siapa, dan di mana ketepatan itu harus segera diputuskan. Akan tiba saatnya semua menjadi tidak seimbang daya pikirnya dalam merumuskan sesuatu yang bersifat logis guna membangun Indonesia lebih baik. 

Gejala-gejala konflik di negeri ini alangkah baiknya diminimalisir seminim mungkin agar pertikaian-pertikaian yang berujung ketidakberdayaan manusia dan ketidakgunaan masalah untuk menjadi bahan berpikir nilai buruk terhadap bangsanya sendiri. Kebiasaan kita adalah saling berlomba-lomba menciptakan keterpurukan mendalam, menciptakan masalah-masalah yang dihimpit akal sehat, sehingga daya guna kemanusiaannya mengerucut pada identitas semata.

Bangsa ini kurang merefleksikan dirinya sendiri terhadap masalah yang sudah terjadi, baik masa lalu hingga masa milenial ini. Kecanggihan teknologi mengurangi daya berpikir rakyat Indonesia, akibatnya adalah upaya saling membenci, menggunjing, menyalahkan dari kita sesama rakyat. 

Kurangnya daya lingkup berpikir ke masa kejayaan Indonesia nanti, membuat kita justru semakin tidak bisa berkutik mengenai langkah ke depan, kita semakin mundur dengan munculnya tampilan para kawanan oknum yang membuat kita menilai secara stagnan di wilayah interen saja.

Orang akan saling benar kepada dirinya sendiri, orang akan memperebutkan wilayah kesalahan orang lain untuk menjatuhkan. Terciptanya kubu-kubu di antara penggawa negara ini semakin bingung kemana negara ini akan berkembang. Tidak menutup kemungkinan jika negara ini memang membenarkan dirinya tentang apa itu demokrasi, sistem negara yang dikendalikan oleh banyak kubu Partai politik dengan membawa kebenaran serta kesalahannya masing-masing.

Jangankan mereka sebagai parpol, bahkan tidak jarang ketika kita mendiami suatu organisasi dengan banyak anggota, banyak kepala, cara berpikir dan sudut pandang mereka pasti berbeda-beda. 

Kadang dari situ kita pun merasa kebingungan untuk membawa kemana organisasi itu ke depan. Sebuah kapal pasti membutuhkan nahkoda sebagai sopirnya. Di organisasi pun seperti itu, kita di organisasi mempunyai ketua sebagai pemimpin jalannya sebuah organisasi ke depan.

Perseteruan pasti terjadi mengenai perbedaan pandangan. Akan tetapi kembali lagi ke subtansi keorganisasian adalah suatu lingkup perkumpulan atau komunitas di dalamnya mempunyai tujuan sama. 

Bagaimana perbedaan pandang tersebut menjadi warna organisasi untuk belajar kedewasaan demi dasar tujuan yang telah ditentukan. Kalau di awal sudah mengalami kebobrokan, regenerasi seterusnya kemungkinan besar akan mengalami hal sama, kecuali ada soal kesadaran mengani hal itu. Sedangkan kesadaran tidak selangkah dua langkah dilakukan, butuh beberapa jangka panjang untuk memperbaikinya.

Sama halnya partai politik seperti biasanya. Dari golongan mereka masing-masing jelas mempunyai pandang tersendiri, mengenai apapun itu, terutama terkait kemajuan Indonesia. 

Bahkan bukan hanya cara pandang Indonesia ke depan, tapi di setiap dari golongan mereka tidak menutup kemungkinan membawa kesalahan masing-masing, entah itu korupsi atau nepotisme dan lain sebagainya. Bagaimana tidak nepotisme di era sekarang. Kita lebih sering memahami nepotisme mempunyai hubungan kekerabatan, kekerabatan diciptakan dari adanya sebuah golongan yang menjalin kerja sama, saling membantu dan saling menguntungkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline