Lihat ke Halaman Asli

Surikin SPd

Ririn Surikin

Pangeran Kelana

Diperbarui: 22 Januari 2022   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PANGERAN KELANA

( Untukmu Anakku Fahryan Arif Guntoro )

Kehadiran yang ku dinantikan , apalagi setelah mendengar keputusan dokter bayi yang kukandung seorang laki-laki. Alunan surat yusuf dalam alquran selalu kusenandungkan. 

Sujud syukur selalu kulakukan. Doa terbaik selalu kupintakan pada ALLAH seru sekalian alam. Jujur aku sangat mengaharapkan seorang anak laki laki, karena anak pertamaku seorang putri.

Kulalui hari hari dengan penuh kegembiraan. Membesarkan janin di perutku dengan senandung pujian berharap kelak dia menjadi seorang pangeran yang bisa memimpin suatu kerajaan. Entahlah itu kerajaan apa. Tapi aku berharap bayiku ini kelak menjadi seorang peminpin paling tidak untuk keluarganya.

Seperti setali tiga uang ,sepertinya dia tahu kalau aku sangat menyayanginya. Tidak pernah dia membuat masalah ketika dalam kandungan. Tak pernah aku merasa mual seperti perempuan ngidam pada umumnya.

Tak pernah aku merasa capek karena selalu membawawanya. Bahkan hari hari terasa sangat cepat berlalu hari berganti hari, bulan berganti bulan, sembilan bulan telah terlewati sampai pada  titik Allah memeutuskan untuknya melihat dunia.

Detik demi detik detik yang sangat menegangkan, ku lalui penuh kehampaan. Tepatnya jam 5 sore ketika aku lagi bercengkerama dengan teman karibku. 

Ada sandungan kaki yang kuat dan menendang dalam perutku, seketika rasa mual menghiasi detik detik berikutnya. Pinggang tak lagi tertahankan. Remuk rasanya seluruh badan.  

Kuajak dia bersabar tuk keluar karna saat itu aku hanya sendiri di kamar. Tak tahan dengan sakit yang kurasakan akhirnya keluar panggilanku kepada sesorang di depan rumahku. 

Secepat kilat dia pun mengantarkanku ke tempat bersalin. Sedih rasanya ketika akan melahirkan tidak ada orang disamping kita, tapi semua aku aku ikhlaskan. Karna saat itu posisi suamiku yang masih mencari sesuap nasi sebagai bentuk tanggung jawabnya pada keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline