Lihat ke Halaman Asli

Suprihadi SPd

Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Memasalahkan Jumlah Mata Pelajaran di Sekolah

Diperbarui: 12 Februari 2023   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekobrik di SMP 1 PPU (dokpri)

Memasalahkan Jumlah Mata Pelajaran di Sekolah

Berapa jumlah mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah formal? Sudah sering ada keluhan dari orang tua bahwa jumlah mata pelajaran di sekolah formal terlalu banyak. Anak-anak yang masih duduk di bangku SD kelas bawah terlihat kelelahan dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Akibatnya para ibu, dan orang tua di keluarganya sibuk membantu mengerjakan tugas tersebut. Kakak, paman, bibi, bahkan kakek dan neneknya ikut terlibat dalam penyelesaikan tugas si bocah SD tersebut.

Guru akan senang jika PR semua siswa dikerjakan. Guru akan memberikan nilai bagus untuk hasil pekerjaan siswa yang lengkap dan benar. Sebaliknya, guru akan menegur siswa yang belum mengerjakan PR dan akan memberitahukan kepada orang tuanya.

Proses Lebih Penting daripada Hasil

Seorang guru harus lebih memahami bahwa proses atau tata cara mengerjakan tugas yang lebih penting. Bagaimana tahap demi tahap tugas itu dikerjakan sendiri oleh siswalah yang penting. Proses belajar atau cara menemukan hasil adalah sesuatu yang bermanfaat bagi siswa. Bukan hasil (output), jawaban, atau produk akhir yang harus diberi nilai.

Jerih payah, usaha, dan tahapan dalam menyelesaikan tugas itulah yang merupakan proses belajar seorang siswa yang perlu diapresiasi. Jika guru hanya mengutamakan hasil (produk), guru akan "tertipu" sebab pada umumnya produk yang dikumpulkan kepada guru bukan karya siswa. Boleh dikatakan 95 persen karya orang tua (keluarga) besar siswa tersebut.

Projek P5

Dalam Kurikulum Merdeka dikenal Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Aktivitas projek harus dikerjakan di sekolah (dan sekitarnya). Bukan di rumah. Guru melakukan pengamatan, pemantauan, dan pendampingan untuk menentukan "nilai" siswa tersebut.

Apakah siswa terlihat kreatif, mandiri, mau bergotong royong, inovatif, dan perilaku lain yang menunjukkan proses belajar siswa. Bukan hasil berupa produk yang dinilai.

Pada saat siswa mengikuti projek tertentu, guru bertindak sebagai fasilitator. Siswa yang bersangkutan yang harus melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Misalnya, siswa harus melakukan wawancara, mengumpulkan data, praktik mengerjakan sesuatu sesuai tujuan, dan membuat kesimpulan, membuat bahan presentasi, dan sebagainya.

Anak Saya Tiga di SD

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline