Ketika air menjadi cerita meja makan. Air tidak sekadar dipandang sebagai objek cair yang keberadaannya masih selalu tersedia di alam. Tetapi air dipandang sebagai salah satu kebutuhan hidup pokok manusia terutama air bersih dan steril.
Kebutuhan air bersih dan steril bagi kehidupan manusia sungguh tak terelakkan. Di banyak negara maju warga kelas menengah terbiasa mengonsumsi air minum (air bersi dan steril) yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum.
Oleh karena itu kebutuhan air minum bagi warga di luar negeri dapat terpenuhi tanpa harus mengeluarkan uang untuk membeli air kemasan. Alhasil, daya beli kelas menengah terbilang hemat.
Tetapi beda cerita di Indonesia, ketika air bersih dan steril mulai sulit didapat masyarakat memercayakan kebutuhan air minumnya pada jenis air mineral kemasan.
Terutama air kemasan galon, yang tentunya dengan harapan bahwa kapasitas isi air galon bisa memenuhi kebutuhan air minum untuk jangka waktu lebih lama.
Walaupun faktanya, bila mengacu pada saran kebutuhan minum orang dewasa per hari delapan gelas ukuran 230 ml atau sekira 2 liter, maka untuk galon berisi 19 liter air hanya bisa memenuhi kebutuhan selama 10 hari per orang dewasa. Artinya, 3 galon per bulan untuk orang dewasa. Lantas apa masalahnya?
Beberapa waktu lalu beredar informasi bahwa air mineral kemasan galon menjadi salah satu faktor penyebab angka kemiskinan meningkat.
Pasalnya, pemenuhan kebutuhan air minum bahkan air bersih untuk penyerta memasak beras, sayur dan masakan lainnya, juga dengan menggunakan air galon.
Sementara harga air bersih atau air mineral per galon dikisaran rata-rata Rp 20.000. Dengan berpatokan pada kebutuhan minum per bulan orang dewasa 3 galon, asumsi untuk kebutuhan keluarga kecil dengan satu anak (1/2 orang dewasa) mencapai 7,5 galon per bulan, maka biaya untuk air minum saja sudah dikisaran Rp 150.000 per bulan.
Dikutip dari cnbcindonesia.com, nilai garis kemiskinan pada Maret 2025 diketahui yang dinamakan penduduk miskin pada saat pengeluaran di bawah garis kemiskinan Maret 2025 Rp 609.160 per kapita per bulan," ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).