Lihat ke Halaman Asli

Sultan nulhaq

Duniaku duniamu

Film "Ati Raja" Dapat Dukungan Penuh Gubernur Sulawesi Selatan

Diperbarui: 24 Oktober 2019   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jadwalnonton.com

Prof. Dr. Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M. Agr selaku Gubernur Sulawesi Selatan mendukung penuh film "Ati Raja".

"Film Ati Raja artinya jiwa yang besar. Film tentang cinta, pengorbanan dari kehidupan Ho Eng Dji, seorang peranakan Tionghoa, Bugis, Makassar, yang dibungkus dalam bingkai budaya yang menyatu dan membuat film ini sangat menarik untuk ditonton oleh seluruh pecinta film layar lebar, khususnya orang Bugis Makassar dan Tionghoa," ujar Gubernur Sulawesi Selatan.

Film ini merupakan produksi dari Persaudaraan Peranakan Tionghoa Makassar (P2TM) dan 786 Production. Film ini akan tayang pada 7 November mendatang dan menjadi Film Nasional yang inspiratif disutradarai oleh budayawan Bugis Makassar yakni Shaifuddin Bahrum yang kerap disapa Daeng Uddin.

Sementara itu dijelaskan perihal lokasi shooting film tersebut di daerah Makassar, Barru, Pare-pare dan Gowa. Lalu siapakah Ho Eng Dji itu?

Dalam masa sulit perjuangan kemerdekaan , Ho Eng Dji  masih berkarya meskipun dalam barisan pengungsian. Di era tahun 30-40an tidak banyak musisi daerah yang berhasil merekam lagu-lagunya. Tapi HED punya piringan hitamnya mencapai 2000 keping hingga tahun 1939 dan  beredar secara nasional bahkan sampai ke Malaysia dan Singapura.

Ia jelaskan juga bahwa Ho Eng Dji adalah sosok seniman dan budayawan utama pada eranya. Bahkan setelah kemerdekaan dan hingga kini karya-karyanya tetap abadi. Ho Eng Dji, sosok yang meleburkan sekat-sekat etnik dalam masyarakat di Makassar. Menurutnya, tidak ada istilah orang Pribumi dan nonpribumi tapi masyarakat multi etnik lebur dalam satu yakni masyarakat Makassar.

Lewat syair lagu dan musik,  ia bicara banyak hal; Kearifan lokal, toleransi, dan Cinta. Ho Eng Dji sempat diundang ke Istana Negara pada tahun 1950-an oleh Presiden Soekarno sebagai bentuk apresiasi atas kiprah HED lewat seni, membangun kerukunan umat beragama, bermasyarakat, dan berbangsa. Sungguh film ini sangat menarik untuk ditonton. Makanya jangan lupa 7 November ya!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline