Lihat ke Halaman Asli

Sulasmi Kisman

Warga Ternate, Maluku Utara

Catatan FGD, Lautan Plastik dan Ancaman Ekologi

Diperbarui: 30 Maret 2019   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paus Sperma, Infografik Kompas

Lautan plastik dan ancaman ekologi merupakan catatan dari Focus Group Discusion dengan tema "Ancaman Sampah Plastik bagi Ekosistem Laut" digelar pada 28 Maret 2019. Pemantik: Halikuddin, PhD, Irna Sari, PhD dan Dr. Herman Oesman. Moderator FGD, Dr. Janib Achmad, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun. Kegiatan ini merupakan kalaborasi dari FPK Unkhair, USAID dan Malut Post.

Permasalahan Sampah Plastik 

FGD dimulai dengan pemaparan dari Akademisi FPK Unkhair, Halikuddin Umasangadji, PhD. Forum diajak melihat permasalahan sampah plastik, diawali dengan menampilkan foto Paus yang mati terdampar di laut.

Pada November, 2018 warga Pulau Kapota di Desa Kapota Utara, kecamatan Wangi-wangi Selatan, Wakatobi menemukan paus jenis sperm whale berukuran panjang 9,5 meter dan lebar 437 cm yang terdampar dengan kondisi membusuk. Tragisnya, setelah dibedah ditemukan 5,9 kg sampah plastik, terdiri dari: tali rafia, botol plastik, 115 gelas plastik, 2 sendal jepit, 25 kantong plastik, 19 plastik keras.

Sebelumnya Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia di Amerika tahun 2015 merilis hasil penelitiannya di Jurnal Science. Disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kedua terbesar penyumbang sampah. Jumlahnya mencapai 187,2 juta ton per tahun, satu tingkat dibawah China yang memiliki volume 262,9 juta ton.

Pada masa itu, data Jenna Jambeck santer menjadi pemberitaan media. Data lain dari Grafik Global plastics production yang disadur Our World in Data (Geyer et al, 2017) juga menunjukkan produksi sampah dunia yang cenderung meningkat hingga pada tahun 2015 mencapai 350 juta ton. Mengejutkan!

Sebagian besar sampah yang diproduksi di daratan akan bermuara ke laut. Infografik Nature Communication menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari banyak negara penyumbang sampah plastik terbesar, khususnya di wilayah sungai. Ada empat sungai di Indonesia mengandung sampah plastik terbesar: Sungai Bengawan Solo, Berantas, Serayu dan Progo.

Kota Ternate memiliki permasalahan serupa dalam manajemen pengelolaan sampah. Banyak sampah yang ditemukan di sekitar lingkungan. Sebagian masyarakat membuang sampah di badan sungai/kali mati. Alih-alih memilih kali mati sebagai alternatif setelah bak sampah tidak ada. Tanpa memikirkan bahwa nanti, ketika hujan, sampah akan terbawa dengan mudahnya ke laut. Walhasil laut menerima kiriman sampah terutama sampah plastik, yang tak terbendung.

Menurut Halikuddin, PhD kota Ternate memproduksi banyak sampah plastik karena terletak pada wilayah touristic, agricultural industry dan urban. Media Cermat partner Kumparan pada Februari 2019 merilis berita: kota Ternate menghasilkan sampah sebesar 80 juta ton per hari. Belum lagi dihitung jumlah sampah yang terbawa ke laut. Sangat memperihatinkan! Lebih-lebih jika menilik bahaya sampah plastik bagi ekosistem laut dan ancaman bagi kehidupan kita.

Sampah plastik dari segi ukurannya memiliki beberapa kategori mulai dari macroplastic, mesoplastics, large microplastic, small microplastic dan nanoplastics. Ukuran partikelnya mulai dari yang terbesar hingga sangat mikroskopis. Seiring berjalannya waktu, sampah plastik yang berukuran makro terbawa ke laut, mengendap dan terdegradasi menjadi mikroplastik bahkan suatu ketika akan berubah menjadi partikel yang lebih kecil yaitu nanoplastik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline