Lihat ke Halaman Asli

Divestasi Saham 51 Persen, PT Freeport Indonesia dalam Perspektif Hukum Pidana

Diperbarui: 4 September 2018   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh

Dr Suhardi Somomoeljono,SH.,MH

Akademisi Dosen Pascasarjana Universitas Matla'ul Anwar Banten serta Praktisi Hukum

Prolog

Salah satu pertimbangan Indonesia perlu melakukan divestasi 51 persen saham milik PT Freeport Indonesia disebabkan cadangan emas ditambang yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia di Timika, papua masih melimpah.Bahkan pemerintah menargetkan proses divestasi rampung pada april 2018. Pada akhirnya dalam rangka pelaksanaan divestasi tersebut pemerintah menunjuk PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalun ditunjuk sebagai perusahaan induk pertambangan yang mengambil divestasi saham Freeport (kompas rabu 21 maret 2018).

Pertanggungjawaban Pidana

Apakah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum bahwa ketersediaan sisa cadangan emas dan tembaga menjadi salah satu pertimbangan dalam usaha pengambilan divestasi saham Freeport. Bagaimana jika dalam kenyataannya ternyata sisa cadangan emas dan tembaga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembelian saham dan belanja modal. 

Jika sisa cadangan dalam prakteknya actual dan factual (to the real) tidak setimpal dengan pengeluaran untuk pembelian saham dan belanja modal maka akan berdampak terjadinya kerugian negara. Jika dari awal perencanaan pemerintah tidak benar-benar matang maka pengambilan divestasi 51 persen saham Freeport berpotensi menimbulkan dampak hukum dalam tindak pidana korupsi baik dalam kategori perbuatan perbuatan melawan hukum maupun penyalahgunaan wewenang.

Perlu diingat bahwa model pertanggungjawaban pidana khususnya dalam hal cara menghitung suatu kerugian keuangan negara masih berpotensi menimbulkan tafsir hukum sehingga penegakan hukum (law enforcement) sangat rentan terjadinya politisasi. Menghitung kerugian negara dalam praktek dipengadilan hakim dapat berpedoman kepada penilaian  BPK, penilaian BPKP serta penilaian hakim dalam persidangan berdasarkan bukti-bukti hokum yang tersedia.

Model hukum pembuktian seperti itulah yang sangat berat bagi seseorang untuk membela dirinya dalam suatu persidangan ketika dalam posisi Terdakwa. Model pembuktian hokum seperti itu seseorang meskipun tidak ada bukti menerima uang negara satu rupiahpun tetap dapat dihukum melakukan tindak pidana korupsi beradasrkan hokum Indonesia.Dalam kerangka itulah tulisan tersebut didedikasikan.

Cara menghindari potensi kerugian negara

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline