Lihat ke Halaman Asli

halub©

Puisi, Cermin, Cerpen, dan Refleksi.

Mengeras dengan Bias Lembut

Diperbarui: 13 Agustus 2023   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: unsplash

.

   hardens with a gentle bias

.

      Tertawa cekikikan, dengan emoji terbahak. Seolah dekat, dianggap dekat. Padahal asing, tapi tak dianggap asing. Yang interaksi tanpa batas dianggap berbatas. Pura-pura bodoh tidak, sedap saja menerjang yang membuat tegang. 

   Ketika petuah datang, dianggap 'paling suci', berat bicara dengan siapa pun yang telah mayat otaknya. Ikon busana, hanya sekedar ikon, jeroan mah tetap jelas. Yang tak ber-ikon tapi waras juga banyak.

   Meminta didengar, dituruti, dimaklumi. Jika sebaliknya---tak ada cerita. Selalu berlindung di balik benteng 'disakiti', 'diacuhkan', 'dimanipulasi', yang biangnya siapa yang disalahkan siapa?

   Maling teriak proletar, proletar ditangkap, maling tak lagi berjejak. Mengaku kaya nyatanya banyak kebutuhannya. Makna kaya yang rata-rata dipegang oleh kebanyakan.

   Jika memang betul kaya, maka makin sedikit kebutuhan dunianya, atau bahkan tak ada. Tapi tak mungkin, sekuat-kuatnya manusia lemah. Maka semakin banyak kebutuhannya semakin lemahlah manusia tersebut.

   Kalau siapa pun yang betul-betul kaya, maka hilang lah hasrat pamernya, sekecil apa pun. Hanya yang miskin lah yang suka pamer, merasa butuh banyak sanjungan, pengakuan.

   Kalau selagi masih bisa diperas, diperaslah seperas-perasnya, minim pengeluaran maksimal dalam penugasan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline