Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Cerpen: Tetangga Tidak Pasang Bendera

Diperbarui: 16 Agustus 2020   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi bendera merah putih berkibar di puncak bukit -travel.tribunnews.com

Ahad pagi. Mak Jumilah berencana berolahraga di Lapangan Tegallega. Sudah hampir setengah tahun ini tidak pernah ke sana lagi. Padahal dulu rajin. Hampir setiap Ahad pagi.  Tetapi virus corona menjadi penghalang. Dan kali ini pun rencana itu dibatalkan sepihak oleh Bang Brengos.

"Setelah dipikir mendalam bagusnya batalkan dulu rencanamu itu, Mak.. . . . !"

"Batal, Bang? Masih takut?"

"Masih takut. Virus corona masih merajalela. Vaksinnya belum ada, masih dalam proses uji coba. Jadi dengan sangat menyesal. . . . . !"

"Tak perlu didramatisir begitu rupa, Bang. Bilang saja: batal. Titik. . . .  !"

Bang Brengos tertawa ngakak. Ia tahu persis isterinya itu paling hobi olahraga. Meski sekadar jalan cepat. Apalagi kalau ke Tegallega. Sebab di sana selain rindang oleh pepohonan besar, yang ditanam olehpara kepala daerah beberapa tahun lalu, juga ada lapangan badminton darurat. Bahkan khusus Sabtu dan Ahad diramaikan dengan para pedagang. Fisik olahraga, mata pun olahraga, dan tambah lagi dengan jajan banyak pilihan suguhan kuliner kelas kaki-lima.

Untuk mengurangi rasa kecewa, Bang Brengos mengajak Mang Jumilah jalan-jalan saja keliling kompleks perumahan. Lalu singgah ke kupat tahu Mang Jeje asli Singaparna, dilanjutkan dengan berbelanja buah-buahan Ke mang Ule, serta membeli sayur-mayur maupun kebutuhan dapur lain di warung Batak.

Oya, ihwal sebutan warung Batak itu si ibu sempat protres, sebab suaminya yang memang bersuka Batak sudah pergi. Jelang Lebaran lalu, dalihnya mudik ke Sumatra membawa cukup banyak uang, tapi tidak pernah kembali.

Bang Brengos sering geli dan heeran sendiri mendapati cerita itu. Sambil berbelanja kebutuhan gapur masih sempat-sempatnya mengorek kemana si bapak kok tidak pernah kelihatan lagi. dan si Ibu yang asli Tasikmalaya pun curhat. Itu seminggu lalu. Kebetulan pembeli sudah kosong. Mak Jumilah memang terbiasa bertanya, layaknya jurnalis. Tetapi soal harga-harga justru kerap lupa ditanyakan. Tiba-tiba dua atau tiga lembaran merah berpindah ke laci uang si Ibu penjual sayur.

Bang Brengos tidak pernah ikut masuk ke warung sayur. Ia menunggu di luar, di keteduhan pohon. Dan nanti cerita apapun didapat Mak Jumilah bakal diulas tuntas oleh isterinya.

Nah, kegiatan pagi ini pun sudah memadai bagi pensiunan untuk menggerakkan tubuh. Untuk sekadar melepas bosan karena mengikuti slogan "di rumah saja" yang entah bakal berakhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline