*
Sesampai di rumah, Bang Brengos segera menyiapkan laptop-nya. tapi Adzan dhuhur dari beberapa masjid sudah terdengar bersahutan. Ia buru-buru ambil wudhu, lalu mengenakan sarung dan kemeja lengan panjang serta kopiah hitam. Sepulang dari masjid ia segera menulis mumpung beberapa gagasan masih jernih dalam kepala.
"Tinggal sehari lagi perayaan akbar tahunan, yaitu Agustusan. Perayaan hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tahun ini yang ke 75. Artinya, sudah sepanjang waktu itu pula negeri ini merdeka. Dengan segenap pasang-surut, suka-duka, panas-dingin, dan seterunya. Keadaan dan kondisi berbangsa dan bernegara tidak selalu lancar-mulus dan tanpa kendala."
"Betapa harusnya bangga kita mejadi bagian dari warga bangsa. Dengan segenap lebih dan kurangnya negeri ini masih diberi aman-damai. Bandingkan dengan beberapa negera yang porak-poranda dilanda perang. Bandingkan pula dengan beberapa negara lain, bahkan negara maju, yang kocar-kacir didera virus corona."
"Lumrah selalu ada yang tidak puas, yang getol membandingkan dengan negara lain yang ideal. Tidak menjadi soal masih banyak yang tidak puas ini dan itu. Dan itu semua menjadi bagian dari dinamika yang harus dihadapi para pimpinan negeri, daerah maupun pusat, untuk terus mawas diri."
"Itu saja renungan kecil sebagai rakyat jelata. Tentu ada harapan, mudah-mudahan apa yang ada dan terjadi saat ini betapapun lambat-kecil-sederhana sudah dalam jalur yang benar, yaitu jalur menuju pada pencapaian masyarakat adil-makmur, gemah-ripah-loh-jinawi, baldatun thoyibatun warobbun ghofur,."Â
"Sayangnya, untuk menyukuri hari besar itu ada beberapa tetangga yang lupa pasang bendera merah putih. Lupa, atau sengaja melupakan. Tapi jelas, tindakan itu tidak baik, dan tidak untuk ditiru. Sekadar memasang bendera pun dirasa berat, apalagi kalau harus mempertaruhkan jiwa-raga demi negara layaknya pengorbanan para pejuang kemerdekaan. . . . ."
*
Selesai menulis, Bang Brengos menuju ke dapur. Melihat kesibukan Mak Jumilah yang sedang memasak.
"Sebentar lagi siap, Bang. Sabar ya?"
"Oke. Tapi ada yang dilupa, Mak. . . . . Â !"