Lihat ke Halaman Asli

Siprianus Bruto

Memikirkan apa yang akan aku lakukan, dan melakukan apa yang telah aku pikirkan. Pencinta Sastra

"Jangan Menangisi Aku"

Diperbarui: 12 Maret 2021   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : OKEzone.com

Semenjak mentari menggigit bibir bumi
Ketika nafsu para serdadu menggeliat memasung Sang Kebenaran
Kami duduk menangis
Di sini
Di jalan terjal berkerikil
Dengan buah hati yang merengek meminta kasih

Debu-debu kejahatan menyelinap pada tubuh-tubuh perkasa yang haus darah
Air mata mengalir pada ceruk mata peziarah 'aletheia'
Mata-mata kerahiman terpancar dari wajah para suci
Tiada yang lebih indah dari pemandangan wajah berlumur darah

Kami ingin menabur rindu di bibir jalan ini
Kami ingin mengaduk adonan cinta yang lezat untuk sang kekasih yang malang
Kami ingin menyumbang satu senyuman yang tulus meski sakit
Kami ingin menabur mawar-mawar doa di hadapan Sang Kebenaran

Kini segala rindu yang kami simpan di dalam dompet membusuk
Hancur bersama mentari yang akan pamit
Saat anakku memberi kecup pada kening yang sudah dibabak belur
Malah ia memberi sekantong senyum penuh tulus dan berkata:
"Jangan menangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri"

Clausura, Maret 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline