Lihat ke Halaman Asli

Stefi Rengkuan

Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Melampaui Diri dengan Cinta Rasional: Menggugat Dominasi Saintisme dan Kekerasan atas Nama Agama dan Tuhan

Diperbarui: 30 Juli 2020   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film "Transcendence" yang dibintangi oleh sederet artis top Hollywood seperti Johny Depp dan Morgan Freeman, 3 hari lalu di TV nasional swasta Indonesia, sesungguhnya punya alur cerita dengan topik yang kuat tentang Tuhan dan manusia dengan akal budi dan ilmu pengetahuannya, dan terlebih dengan kesadaran diri dan cinta altruis yang melampaui diri dan segala kecerdasan yang ada padanya.

Kisah dimulai dengan seorang saintis yang menemukan formula kecerdasan buatan yang bisa menyamai bahkan melampaui kecerdasan manusia.

Dalam suatu presentasi ilmiah di hadapan para saintis dunia, sang penemu diperankan oleh aktor Johny Depp, memaparkan temuan dan latar belakang serta tujuan utamanya untuk mewujudkan impian terbesar istrinya yang menjadi mitra kerja dan mitra hidupnya, yang juga hadir dan turut memberi kata pengantar dalam ajang bergengsi tersebut, selain sang asisten.

Impian supaya tiada lagi penyakit, tak ada lagi kelaparan, segenap manusia hidup bahagia dalam keteraturan alam yang bersih tanpa pencemaran industrial dan kegaduhan politik kekuasaan dan kebebasan yang kebablasan. Pokoknya hidup dalam situasi ideal dalam kesadaran penuh sebagai manusia yang suci batiniah dan sehat lahiriah.

Sang saintis mendapat pertanyaan dalam seminar yang dihadiri para pesohor dunia, dari peserta yang nampak tidak setuju dengan fakta dan konsekuensi sebuah kecerdasan buatan itu.

"Apakah anda hendak menciptakan Tuhan?"

Sang penanya mewakili dan tergabung dalam kelompok aktifis yang berjuang melawan dominasi ilmu dan pengetahuan yang justru dianggap berbahaya bagi kemanusiaan dan kelangsungan organisme dalam tata kosmos yang sudah ada.

Pertanyaan yang kiranya berangkat dari paham dan realitas kebanyakan diidealkan dan berusaha dihidupi kaum beragama ini dijawab dengan pertanyaan retoris berupa asumsi bahkan kesimpulan tentang siapakah manusia itu. Jawaban dari sang penemu mengagetkan sesungguhnya, tapi dimaklumi dengan senyum dan tawa kecil para hadirin yang sudah terlanjur percaya pada kehebatan dan janji masa depan lebih baik dari formula itu.

"Bukankah itu yang senantiasa dibuat oleh manusia? Berusaha menciptakan Tuhan bagi dirinya?"

Mungkin jawaban ini bisa mewakili analisa para filsuf yang digolongkan ateis seperti Nietzche, Marx, dan Freud terhadap realitas praktis dalam kehidupan manusia sendiri. Para filsuf ini mungkin tidak mempertanyakan (teori) Tuhan sendiri tapi mengamati apa sesungguhnya yang dipahami dan diyakini serta dihidupi masyarakat sendiri terkait Tuhan kitab suci dan teologi itu tidak selalu diwujudkan, bahkan kalau ada  usaha tapi inkonsisten yang membingungkan dan mengecewakan kalangan penganut agama sendiri.

Lanjut kisah film. Pada saat panik dan terancam kalah karena temuan dan fasilitas pengembangan kecerdasan buatan ini didukung formal oleh masyarakat ilmiah dan pemerintah, para aktivis ini berbuat nekat dengan berusaha melenyapkan sang penemu. Mereka berhasil membuatnya terluka dan terancam mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline