Lihat ke Halaman Asli

Konyol

Diperbarui: 4 November 2018   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menyaksikan seorang wanita mendorong ibunya sendiri hingga tersungkur di aspal jalan. Sang ibu tak sanggup berdiri. Hanya menangis seraya menyaksikan wanita itu berlari meninggalkannya.

Aku bergegas mengikuti wanita tadi secara sembunyi. Di persimpangan jalan, aku menghentikan langkahku. Namun, wanita yang aku ikuti terus berjalan cepat. Sebuah mobil melaju cepat dari arah kanan kemudian menabrak tubuh wanita itu dengan kerasnya.

Brak! Aku menjerit.

Kini tubuhnya tengah terbaring di ruang operasi. Sang ibu yang tadi ia tinggalkan di jalan, menunggu di depan ruang operasi dengan sisa tenaga yang ia punya.

Aku menghardik dalam hati, "untuk apa ibu itu menunggu? Wanita itu pantas mendapatkan balasan atas perbuatannya yang kurang ajar terhadap ibu sendiri!". Aku justru senang bahkan menertawakan wanita durhaka yang kini tak berdaya.

 Tiga jam berlalu, wanita itu tidak dapat diselamatkan. 

Sang ibu menangis tersedu-sedu, tetapi aku tertawa bahkan seperti seorang yang amat bahagia. "Rasakan! Biarlah ia pergi membawa penyesalan yang begitu menyayat hati!''

Aku tertawa, dan masih terus tertawa.

Hingga aku jatuh terduduk di lantai. 

Kulihat papan putih bertuliskan nama dari wanita yang terbujur kaku ditutupi kain selimut yang terkena bercak darah.

Sadar, betapa konyol menertawakan hingga menghardik diri sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline