Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Apakah Pendidikan Berkualitas Harus Mahal?

Diperbarui: 25 Juli 2019   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:www.pixabay.com

Pendidikan sampai saat ini diyakini sebagai upaya untuk meningkatnya daya saing dan kualitas sumber daya manusia. Kalimat ini sering terdengar sejak Indonesia akan mulai tinggal landas era Orde Baru tertuang dalam Pembangunan Jangka Panjang dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). 

Bukan maksud membangkitkan Era Orde Baru yang sudah digantikan Era Reformasi, setidaknya pendidikan itu penting bagi generasi penerus bangsa. Hal ini mengingat persaingan memasuki era global semakin ketat dan sangat kompetitif.  

Makna pendidikan menurut KBBI adalah:"proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik". 

Sedang sekolah mempunyai arti:"bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, ada sekolah dasar, lanjutan dan tinggi)". Jadi dalam pendidikan itu ada proses membentuk sikap, watak, perilaku, karakter, peradaban, martabat. 

Tujuan pendidikan menurut pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah:"berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab".

Kalau menyimak makna pendidikan, sekolah, dan tujuan pendidikan menurut UU No.20 Tahun 2003 sebenarnya sangat bagus, ideal, sebagai upaya mencerdaskan anak bangsa agar dapat sejajar dengan anak-anak bangsa lain. Diakui memang, prestasi yang membanggakan di bidang pendidikan dalam olimpiade sain, di level nasional dan internasional telah ditorehkan. 

Namun harus juga diakui bahwa posisi Indonesia dalam bidang sain, matematika dan literasi menurut PISA (Programme for International Student Assesment), dapat dikatakan masih di urutan rendah (tahun 2012 urutan 64 dari 65 negara, tahun 2016 urutan 63 dari 72 negara).

Kembali ke persoalan kualitas pendidikan dengan  biaya mahal, seperti ada pepatah Jawa:"Jer Basuki Mowo Bea", artinya semua keberhasilan membutuhkan pengorbanan. 

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan perlu ada pengorbanan yang tidak hanya berupa pikiran, tenaga, waktu, tetapi juga biaya dalam nilai rupiah. Kalaupun ada program sekolah gratis dari TK sampai SMA karena ada dana BOS pemerintah untuk sekolah negeri dan swasta bersubsidi, realitanya masih ada sekolah swasta penuh yang harus membayar dengan merogoh kocek lebih dalam. 

Akhirnya orang tua mempunyai pilihan untuk menyekolahkan anaknya, dan bagi yang berkantong tebal (baca super tajir) tidak ada salahnya juga memilih sekolah sekaligus "membeli lingkungan" yang baik untuk anak-anaknya. Alasan orang tua sangat masuk akal demi untuk masa depan anak-anaknya, maka dipilihlah tempat pendidikan yang "terbaik" menurut versinya. 

Masalahnya adalah, adakah sekolah "elit" itu berpikir bagaimana dengan anak-anak "duafa", yang dilahirkan dari orang tua yang tidak mampu secara finansial (padahal anak-anak itu tidak pernah berpikir apakah dilahirkan dari orang tua yang mampu atau duafa). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline