Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Bagasi Pesawat Berbayar, Masih Tegakah Minta "Buah Tangan"?

Diperbarui: 8 Februari 2019   03:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: pixabay.com

Maskapai penerbangan di Indonesia sudah menjadi pilihan alat transportasi yang menyenangkan bagi masyarakat di Indonesia, karena waktu tempuh relatif lebih cepat dibanding lewat darat dan laut. Harga yang dapat bersaing dengan kereta, bis dan kapal laut, asal jeli mencari tiket  promo, kelas ekonomi, dan membeli jauh hari sebelum berangkat lewat online. 

Sekarang siapapun dapat naik pesawat, tidak seperti dulu hanya untuk golongan ekonomi menengah atas, para birokrat (karena dibiayai negara), pebisnis, selebritis, dan sosialita. Golongan ekonomi lemah tidak pernah merasakan naik pesawat kecuali "bedinde" yang dibayari sang majikan. Satu-satunya maskapai penerbangan hanya Garuda Indonesia Airways (GIA), dengan rute yang masih terbatas antar kota-kota besar di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan maskapai penerbangan di Indonesia yang sangat pesat, mulai banyak rute penerbangan baru di berbagai penjuru tanah air. 

Pembangunan bandara untuk mendarat pesawat berbadan sedang dan kecil terus dilakukan dan jam penerbangan mulai jam 05.00 sampai 23.00 dengan intensitas lebih banyak, masyarakat lebih banyak pilihan untuk naik pesawat yang disesuaikan dengan waktu. Harga tiket pesawat yang relatif sama dengan kereta, bis, kapal laut, menjadi alasan utama para penumpang untuk memilih naik pesawat. 

Walaupun kalau dihitung-hitung tiket pesawat tetap lebih mahal karena masih ditambah ongkos untuk naik angkutan umum dari bandara ke alamat tujuan yang semakin jauh. 

Waktu tempuh pun semakin lama apalagi saat jam-jam sibuk pasti macet total atau padat merayap. Diakui pemerintah telah menyediakan angkutan bis Damri dengan biaya Rp 60.000,-, taksi online/konvensional, grab yang sudah mendapat ijin dari Angkasa Pura, dan kereta listrik dengan harga tiket Rp 70.000,-.

Awal tahun 2019 para penumpang pesawat domestik merasa resah karena harga tiket pesawat naik signifikan mengikuti kenaikan harga bahan bakar. Akibatnya animo penumpang pesawat turun beralih ke moda angkutan darat dan laut.

Kereta api menjadi pilihan utama karena peningkatan pelayanan yang spektakuler. Harga tiket KA masih terjangkau walau untuk kelas eksekutif Rp 370.000,-(Yogyakarta -- Jakarta) dan khusus lansia (usia 60 tahun keatas) mendapat diskon 20 persen asal menunjukkan copy KTP dan membeli tiket harus lewat loket di stasiun. Memang perlu antri menunggu antara 1 sampai 1,5 jam karena peminatnya banyak. Khusus akhir pekan dan liburan harga tiket KA eksekutif naik menjadi Rp 400.000,-

Harga tiket pesawat yang melonjak tersebut mendapat reaksi para penumpang, akhirnya diturunkan lagi seperti semula. Untuk menutup kerugian, pihak maskapai ada yang membuat kebijakan baru yaitu memberlakukan aturan bagasi berbayar bila membawa barang bawaan lebih dari 7 kg. Padahal sebelumnya bagasi gratis sampai berat 20 -- 30 kg, dan yang masuk kabin maksimum 7 kg. 

Dampaknya, para penumpang harus mengelola barang bawaan ketika bepergian keluar kota atau keluar negeri bila naik pesawat supaya tidak membayar bagasi. Selain itu para penumpang pesawat ketika diluar kota atau di luar negeri tidak perlu membawa oleh-oleh (makanan khas, souvenir) yang berlebihan apalagi tasnya sampai beranak pinak, supaya terhindar membayar bagasi. 

Dampak yang lebih luas pastinya para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di kota tujuan mengalami penurunan pendapatan. Walaupun oleh-oleh dapat dikirimkan melalui jasa cargo udara, darat, dan laut, tetap ada tambahan biaya pengiriman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline