Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Penambahan Kuota SBMPTN di Seleksi Mahasiswa Baru 2019

Diperbarui: 24 Oktober 2018   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kompas.com

Para lulusan SMA/SMK sederajat tahun 2018 dan sebelumnya, mempunyai peluang masuk melalui jalur SNMPTN tanpa tes lebih besar karena prestasi akademik mendapat kuota minimal 30 persen. 

Prestasi akademik dibuktikan dengan pencapaian nilai rapot sejak semester 1 (satu) sampai semester 5 (lima) untuk masa belajar 3 (tiga) tahun, dan semester 1 (satu) sampai 7 (tujuh) yang masa belajarnya 4 (empat) tahun.

Pihak sekolah yang proaktif untuk mengisi data Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), siswa mempunyai Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), memiliki prestasi akademik 10 besar paralel, atau tiga besar kelas. Akreditasi sekolah A dapat mendaftarkan 50 persen siswa terbaiknya, akreditasi B, 30 persen, dan akreditasi C sebesar 10 persen. 

Mulai tahun 2019, peluang masuk melalui jalur SNMPTN untuk setiap program studi dikurangi menjadi minimal 20 persen, artinya persaingan semakin ketat. 

Oleh karena itu dalam memilih program studi harus memperhatikan jumlah peminat, diperhitungkan dengan tepat. Sedang jalur SBMPTN dilakukan lewat ujian tulis berbasis komputer, kuota yang diterima bertambah minimal sebesar 40 persen (tahun lalu 30 persen).

Untuk kuota jalur mandiri tetap maksimum sebesar 30 persen, dapat memanfaatkan hasil ujian tulis berbasisi komputer (UTBK). Seleksi jalur mandiri tingkat kesulitan soal setiap PTN tentu berbeda. 

Hal ini karena PTN tersebut ingin mendapatkan calon mahasiswa dengan input yang baik, agar outputnya lebih baik setelah melalui proses belajar mengajar sesuai standar nasional dan internasional.

Di sinilah yang membedakan out put antara satu PTN dengan PTN lain. Out put lulusan mempunyai korelasi positif dengan masa tunggu mendapatkan pekerjaan. Dapat menjadi objek penelitian yang menarik untuk membuktikan hipotesis ini.

Perubahan kuota ini dilakukan bukan tanpa alasan, karena calon mahasiswa yang diterima di PTN tanpa melalui tes tertulis yang berdasarkan nilai rapor ternyata tidak selalu berkorelasi dengan prestasi baik di PTN. Artinya tidak menjadi jaminan ketika di SMA nilai rapotnya selalu baik, saat kuliah dapat mempertahankan prestasinya dengan perolehan indeks prestasi komulatif (IPK).

Justru yang masuk dengan ujian tertulis akademiknya baik, dibuktikan dengan IPK maksimal. Banyak faktor dapat memengaruhi (perubahan cara belajar di SMA dan perguruan tinggi, harus hidup mandiri sebagai anak kos, "shock culture"). Apalagi kualitas antar SMA berbeda, walaupun dalam satu kota, bahkan satu kecamatan. Di masyarakat menyebutnya sebagai SMA "favorit" dengan SMA setengah "favorit", dan tidak "favorit".

Pemerintah memang berusaha menghilangkan dikotomi antara SMA favorit dan tidak favorit dengan penerimaan murid baru berdasarkan sistem zonasi. Bukan tidak setuju sistem zonasi, untuk menghilangkan "brand"  favorit dan menciptakan "brand" favorit itu perlu proses, sarana prasarana, infrastruktur, dan kualitas guru kelas yang kompeten di bidangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline