Lihat ke Halaman Asli

Sri Endah Mufidah

Guru PAI di Pemkab Blitar

Sungaiku Sayang Antara Dulu dan Sekarang

Diperbarui: 24 Juli 2021   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Nama desaku adalah Slumbung. Masuk di wilayah kecamatan gandusari kabupaten Blitar. Desaku memiliki ketinggian 650 mdpl (meter diatas permukaan air laut). Terlebih untuk kampungku, harus menaiki bukit untuk bisa sampai ke tempat tinggalku. Kami terbiasa menyebutnya ngledok (wilayah yang dibawah) untuk pusat desa. Dipusat desa terdapat pasar, kantor desa dan pusat perbelanjaan.

Saat saya masih kecil, belum ada aliran air sungai bersih sejenis PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dan PLN (Perusahaan Listrik Negara). Praktis, kami sekampung mengandalkan sungai untuk sumber penerangan (listrik) dan penyedia air bersih. Untuk menggali sebuah sumur, diperlukan galian sedalam lebih dari 30 meter sampai ke sumber mata air. Bayangkan, betapa sulitnya untuk mendapatkan air bersih satu kaleng saja saat itu.  Kami harus menimba sedalam lebih dari 30 meter terlebih dahulu. Jadilah, sungai sebagai salah satu alternatif pilihan untuk mencuci baju, untuk mandi dan lain lain. Sedangkan air sumur hanya kami gunakan sebagai air minum saja.

Sungai yang paling dekat dengan rumah saya bernama sungai Kacuk. Untuk sampai ke sungai, kami harus menuruni lereng bukit sekitar setengah kilo meter. Selain itu, jalan setapak harus dilewati karena itu satu-satunya akses untuk sampai ke sana. Dan anehnya, dulu kami tidak merasa capek untuk mencapai kesana. Air sungai yang jernih, bersih karena aliran sungai  berasal langsung dari sumber air. Apalagi ada pohon jambu air disana. Seringkali, dulu datang kesungai hanya untuk mencari jambu yang jatuh dari pohon. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap sore hari, kami harus ramai-ramai ke sungai untuk mencuci baju dan mandi di sungai. Kami sama sekali tidak merasa sedih atau mengeluh. Sebelum mencuci, biasanya kami berenang terlebih dahulu., karena air dibendung untuk dialirkan ke turbin.

Dok. pribadi

Dok. pribadi

Yang kedua, sungai digunakan sebagai sumber tenaga listrik menggunakan turbin. Ya, sungai dibendung untuk dialirkan ke arah turbin. Jadi turbin ini bisa menghasilkan tenaga listrik. Dari sini, listrik dikampungku terpenuhi. Listrik hanya dinyalakan setiap malam saja. Kalau siang hari, air harus dialirkan ke sawah-sawah sebagai pengairan.

Dok. pribadi

Tak jarang, kalau hari minggu pagi, saat kami anak-anak kecil ingin menonton acara Televisi (waktu itu hanya ada TVRI) yang menyuguhkan si unyil dan album minggu (acara lagu), kami harus berebut air dengan para petani. Saat kami mengalirkankan air sungai ke arah turbin, para petani akan mengalirkan air ke sawah. Larilah kami kesana untuk kembali membendung air sungai. Sungguh kenangan yang indah yang tidak akan terulang lagi.

Dok. pribadi

Saat ini, sungai kami sudah jarang dijamah. Setelah masuknya PDAM dan adanya WSLIC (Water and Sanitacion for Low Income Communities) yaitu proyek bantuan air minum ke desa kami dari Bank Dunia dan PLN masuk desa, praktis kami sudah tidak menggunakan sungai lagi sebagai sumber air bersih dan sumber listrik.  Kadang-kadang, di waktu luang saya, saya pergi ke sungai untuk menikmati keindahan sungai di desaku seperti dulu lagi. Hanya sekedar jalan-jalan atau menikmati udaranya yang segar. Tapi sayang, sungai kami sudah tak seindah dulu lagi. Sungai dan sawah di sekitarnya sudah tak terurus lagi. Banyak rerumputan liar tumbuh dipinggiran sungai dan jalan setapak yang harus kami lewati. Meskipun begitu, airnya tetap jernih dan belum tercemar, bahkan udaranya masih segar apalagi kalau kita datang dipagi hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline