Lihat ke Halaman Asli

Bekal Pernikahan

Diperbarui: 25 Desember 2015   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya sering menemani anak-anak SD ‘jalan-jalan’ ke tempat wisata. Satu hal yang sering saya amati adalah masalah perbekalan makanan mereka. Walaupun perjalanan yang ditempuh sangat dekat dan sebentar ternyata bekal makanan ringan tidak pernah ketinggalan. Tidak jarang bahkan perbekalan mereka tidak habis dan dibawa pulang kembali ke rumah mereka masing-masing.

Begitupun halnya dengan kita, ketika kita akan melakukan perjalanan jauh, kita juga mempersiapkan bekal sebaik-baiknya. Mungkin tidak berbentuk makanan ringan seperti anak-anak SD tadi, tapi mungkin berupa pakaian, uang, obat-obatan, informasi, dan sebagainya.

Setiap kita hendak melakukan perjalanan, yang namanya bekal pasti tidak pernah ketinggalan. Begitupun halnya dengan kehidupan berumah tangga. Tentu membutuhkan juga yang namanya perbekalan. Karena kita akan memasuki sebuah dunia baru yang bernama rumah tangga. Pastinya kita membutuhkan banyak bekal.

Jika menengok ke belakang, jujur saja, ketika saya hendak memasuki gerbang pernikahan, masalah perbekalan ini tidak saya persiapkan dengan baik. Saya menikah dalam kondisi apa adanya. Saat itu yang terpikir adalah bahwa saya ingin menikah karena ‘terdesak’ oleh kebutuhan psikologis dan terdesak juga oleh ledekan teman-teman.

Akibatnya apa yang terjadi? Awal-awal pernikahan, saya bingung apa yang harus dilakukan. Saya masih belum ngeh tentang hak dan kewajiban sebagai suami. Saya masih mengedepankan ego sebagai pribadi. Akibat selanjutnya adalah kami sering bertengkar hanya karena hal-hal yang sepele.

Ketika anak pertama hadir, kepanikan saya semakin bertambah. Karena sebelumnya belum pernah membayangkan bagaimana rasanya mengurus anak. Bahkan pernah suatu waktu, saya nangis karena ditinggal istri keluar, sementara anak saya nangis dan saya bingung apa yang harus saya lakukan.

Sampai saat inipun saya merasa, masih banyak belajar tentang kehidupan rumah tangga, tentang pola komunikasi suami-istri, tentang tata cara mendidik anak, dan yang lainnya. Riak-riak kecil juga masih sering kami alami dan rasakan.

Begitulah jika seseorang berumah tangga tanpa bekal yang dipersiapkan. Akan banyak persoalan karena ketidaktahuan. Beruntunglah mereka yang berhasil mengelola persoalan tersebut dengan baik. Namun tidak sedikit pula kegagalan berumah tangga berawal dari bekal yang tidak dimiliki oleh pasangan yang melaksanakan pernikahan dan ketidakmauan mereka untuk belajar dan mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Karena itu, bagi muda-mudi yang hendak melangsungkan pernikahan, bukan hanya bekal fisik yang harus dipersiapkan, tetapi bekal ilmu dan mental juga sangat penting untuk dipersiapkan. Lalu bagaimana dengan kita-kita yang termasuk pengantin lama? Bagaimana mempersiapkan bekal tersebut?

Bagi yang sudah lama berumah tangga, perlu kiranya untuk meng-upgrade dan meng-update pernikahannya dengan cara memperbaharui kembali niat berumah tangga, memperbaiki pola komunikasi dengan pasangan, memupuk kemesraan, senantiasa menambah wawasan tentang permasalahan keluarga dan pendidikan anak, dan terakhir, dan yang paling urgen adalah senantiasa mendekatkan diri kepada sang Pencipta.    




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline