Lihat ke Halaman Asli

sinta wulandari

Saya adalah seorang mahasiswa baru di Universitas Siliwangi.

Pengharaman Riba dalam Islam

Diperbarui: 30 September 2022   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Riba selalu saja menjadi perbincangan yang menarik perhatian, sampai saat ini riba masih terjadi diberbagai aktivitas baik dalam perdagangan, hutang piutang maupun transaksi lainnya. Larangan riba tidak hanya terjadi pada masa Islam, melainkan sebelum Agama Islam ( Yahudi dan Nasrani ) juga melarang praktek riba. Allah Swt melarang riba secara bertahap sebagaimana Allah Swt melarang meminum minuman Khamr, Allah Swt melaknat hamba hambanya yang melakukan Riba. Dengan tegas Allah Swt melarang perbuatan Riba ketika melakukan suatu transaksi karena Riba dapat merugikan salah satu pihak yang melakukan transaksi.
          Kata Riba berasal dari Bahasa Arab yang secara etimologis berarti tambahan ( Az-Zayyidah ). Al-Shabuni berpendapat bahwa Riba adalah tambahan secara mutlak. Berbicara tentang Riba identik dengan bunga bank atau rente, pendapat ini disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya yaitu haram.
          Pada dasarnya Riba terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Riba akibat hutang piutang.
     a. Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
        disyaratkan terhadap yang berhutang ( muqtarid ).
     b. Riba Jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si
         peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang
         telah ditetapkan.
2. Riba akibat jual-beli.
     a. Riba Fadhal, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
         takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam
         jenis barang ribawi.
     b. Riba Nasi'ah, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis
         barang ribawi yang diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya.
         

          Semua jenis Riba diharamkan berdasarkan nash dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Al-Qur'an menyoroti praktek riba tidak hanya dalam konteks mikro, tetapi juga makro yang telah sistematik dan menimbulkan dampak yang luas serta membahayakan perekonomian secara umum. Karena itu, ayat-ayat yang berbicara tentang Riba tidak turun secara sekaligus, melainkan secara bertahap melalui empat tahapan, seolah hal ini mengindekasikan bahwa untuk menghilangkan riba yang telah sistematik tidak bisa sekaligus, melainkan perlu tahapan-tahapan dan strategi yang terencana.

          Diantara strategi yang Allah sebutkan langsung bergandengan dengan riba adalah Zakat dan Sedekah. Maka ini bisa dimaknai bahwa untuk menghadapi sistem ribawi yang telah menjadi instrumen ekonomi secara massif perlu diadakan Zakat dan Sedekah. Namun, sebagaimana isyarat ayat tentang Riba yang turun secara bertahap, maka strategi menggalakan Zakat dan Sedekah pun harus bertahap, termasuk menjadikan Zakat dan Sedekah sebagai bagian dari instrumen ekonomi.

          Jadi, kesimpulannya adalah Riba merupakan kegiatan ekspolitasi dan tidak memakai konsep etika dan moralitas. Allah Swt mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan menzalimi orang lain dan adanya unsur ketidak adilan.
Sejak Pra-Islam riba telah dikenal bahkan sering dilakukan dalam kegiatan perekonomian sehari-hari. Praktek Riba bukan saja dilarang oleh Islam melainkan oleh Agama di luar Islam juga melarangnya. Riba diartikan dengan rentenir yang pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, karena sama-sama mengandung bunga uang, maka hukumnya sama pula.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline