Lihat ke Halaman Asli

Siti Nisrofah

Praktisi Pendidikan

Apa Benar Kecanggihan Teknologi Membuat Orang Sulit untuk Bersabar?

Diperbarui: 2 November 2023   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kecanggihan teknologi memberi kemudahan bagi setiap manusia. Khususnya dalam hal penyebaran informasi. Orang dengan sangat cepat dapat bertukar pesan, bahkan dalam hitungan detik pesan sudah langsung terkirim. Apakah fenomena tersebut berpengaruh terhadap tingkat kesabaran seseorang?

Melatih kesabaran di masa lampau

Sedikit bercerita. Dulu, membutuhkan waktu sekitar satu minggu bahkan bisa lebih untuk bertukar pesan via telegram. Rasanya sudah biasa hal semacam itu di kalangan masyarakat klasik. Hari demi hari terlewati dengan rasa rindu yang semakin menggebu. Ini berlaku jika pesan tersebut ditujukan kepada orang yang spesial. Seperti halnya pasangan, orang tua, anak, kerabat, sahabat, atau teman.

Selain itu, pengiriman dokumen penting juga berlaku demikian. Butuh waktu cukup lama agar dokumen tersebut dapat sampai ke tujuan. Bahkan tidak jarang, ada dokumen atau surat yang rusak hingga hilang. Maklum lah, waktu itu belum ada sistem ekspedisi yang tertata seperti saat ini.

Tapi sekarang? Semua serba cepat. Hanya butuh hitungan detik pesan dapat terkirim. Ungkapan rindu semakin memiliki banyak variasi untuk mengeskpresikannya. Ada trouble jaringan sebentar saja, semua merasa panik seakan dunia ikut berhenti. Melihat tanda kirim pesan berbentuk jam yang artinya menunggu pesan terkirim saja rasanya sudah sukar tidak karuan. Karena terbiasa cepat, akhirnya sulit menerima keterlambatan. Hingga berujung pada sikap tidak sabaran. Saya tegaskan lagi, Apa benar semua itu berpengaruh terhadap tingkat kesabaran seseorang?

Budaya mengantri dapat melatih kesabaran seseorang

Dulu, anak-anak hingga orang dewasa memilki kebiasaan mengantri jika ingin membeli atau mendapatkan sesuatu di ruang publik. Mulai dari berdesakan hingga rela panas-panasan jika kondisinya memang demikian. Mau tidak mau, mereka harus mengantri untuk mendapatkan layanan. Meskipun demikian, namun mengantri memiliki manfaat yang cukup besar bagi kecerdasan emosional seseorang.

Dengan mengantri, seseorang dapat meningkatkan interaksi sosial. Karena dalam proses mengantri seseorang akan memulai percakapan dengan orang lain yang sama-sama sedang mengantri. Selain itu, mengantri juga dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang loh. Umumnya, seseorang akan merasa puas dan bangga jika sudah menyelesaikan antrian dan mendapatkan layanan. Ini sangat bagus untuk aspek psikologis seseorang. Ia akan lebih menghargai suatu capaian karena telah melewati proses yang cukup panjang.

Mengantri juga memiliki nilai kesetaraan. Tidak peduli siapa dan apa jabatannya, karena mengantri berpijak pada urutan kedatangan. Ini salah satu konsep adil. Dan yang terpenting, dengan mengantri seseorang akan terlatih untuk bersikap sabar.

Tapi sekarang?  Budaya mengantri sudah mulai langka di masyarakat. Selain perilaku saling berebut antrian, ada juga faktor kecanggihan teknologi yang mulai mengurangi kegiatan mengantri di ruang publik. Misalnya, dalam proses jual beli yang sudah beralih dalam transaksi virtual. Sehingga mengurangi kerumunan dan antrian di toko, warung, hingga pasar. Tidak hanya itu, fitur layanan publik sudah beralih kepada sistem digital. Hingga tidak perlu lagi bersusah payah mengantri.

Bijak berteknologi adalah kunci

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline