Hai teman-teman, pernah ngalamin gak sih, punya satu tempat persembunyian yang bikin kamu nyaman banget? Buat saya, itu tempatnya adalah aplikasi Reksa Dana saya. Setiap bulan, saya selalu cek, dan biasanya ada tambahan kecil di sana. Nggak banyak, sih. Mungkin cuma seharga segelas kopi atau dua bungkus mie instan. Tapi rasanya... tenang. Sambil ngeliatin angkanya yang naik pelan-pelan, saya bisa bernapas lega, "Ah, bulan ini ada sesuatu yang saya lakukan untuk masa depan." Apalagi dibarengi dengan persentase kenaikan keuntungan yang tiap bulan juga bertambah, apa tidak gembira hati saya?
Itu adalah taman pribadi saya. Aman, teratur, dan nggak perlu dipikirin. Pokoknya setiap kali buka aplikasi itu, pasti warna hijau menyambutku yang menandakan terjadi penambahan uang dari bunga reksadana yang kupunya. Dulu sih, tiap buka rekening di akhir bulan selalu ada notifikasi biaya admin yang jarang banget menutup bunga tabungan, sehingga uang saya berkurang. Memang tidak banyak sih, tapi kalau misalnya tiap bulan lumayan juga bisa beli buku.
Tapi ternyata, kenyamanan itu tidak bertahan lama. Saya bertemu teman yang ternyata hampir tiap hari membuka chart. Membuat saya penasaran, apalagi kalau mereka sudah mengatakan, "Lumayan kemarin dapat untung 15%, sebelumnya sempat jatuh loh". Percakapan yang menarik, tapi saya bingung kala itu. Yaps, mereka sudah berbicara tentang saham.
Setiap denger itu, yang ada di kepala saya cuma dua hal: pertama, "Wih, keren." Kedua, "Terus... gimana cara mainnya?" Dan diikuti oleh rasa takut yang nyerempet-nyerempet. Saya jadi merasa seperti anak kecil yang lagi asik main pasir di halaman, sambil ngeliatin anak-anak lain yang lagi naik roller coaster. Pengen ikutan, tapi takut jatuh dan muntah-muntah.
Kegagalan yang membuat Penasaran
Bulan-bulan berlalu, perang batin saya makin jadi. Sisi FOMO (Fear Of Missing Out) saya berteriak, "Coba ah, siapa tahu kamu bisa! Jangan ketinggalan kereta!" Tapi sisi penakut saya langsung jawab, "Nggak ah! Itu uang jajan bulan ini, lho! Kalau habis gimana? Mau makan apa?"
Dan suatu ketika, saya iseng menggunakan uang jajan saya yang tidak banyak untuk ikut membeli salah satu saham dengan aplikasi reksadana saya yang juga ada fitur jual beli sahamnya. Dan yaps, tanpa belajar langsung nyempung, saya pun tenggelam. Merah sampai 2,7%, ruginya tidak banyak tapi berhasil membuat saya langsung keluar dari aplikasi tersebut setelah menjualnya sebelum semakin merah. Pengalaman pertama itu ternyata sempat membuat saya takut, sebelum akhirnya meyakinkan diri untuk mencoba lagi.
Saya coba deh buka-baca artikel tentang saham. Eh, malah pusing. Istilah-istilah seperti bearish, bullish, cut loss, support resistance itu kayak bahasa alien. Grafiknya yang naik turun drastis itu kayak detak jantung orang lagi lari maraton. Setiap kali hampir pencet tombol "beli", tangan saya langsung dingin. "Nggak, deh. Nanti dulu." Dan saya pun kabur lagi, lari ke taman Reksa Dana saya yang hangat dan nyaman, karena takut merah lagi.
Sampe Suatu Hari, Saya Capek Lari
Saya capek terus-terusan dikejar rasa takut. Saya putuskan, "Ya udah, sekarang saya mau ngerti, bukan mau takut." Saya mau tahu, gimana kerja saham ini sebenarnya.
Dan akhirnya, saya nemu analogi yang ngena banget di hati saya. Ini tentang makanan, guys.