Lihat ke Halaman Asli

Sihol Hasugian

Pembelajar Administrasi Publik; Sport Enthusiast.

Sukacita Natal di Kampung dengan "Marsipajojoran"

Diperbarui: 26 Desember 2020   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Dokumen pribadi

Salah satu tradisi natal di tanah batak khususnya di kampung saya adalah marsipajojoron ( melafalkan ayat-ayat kitab suci di depan umat gereja pada saat kebaktian hari Natal ). Marsipajojoran atau sering juga disebut natal anak-anak sekolah minggu (marliturgi), umumnya diikuti oleh anak yang berusia balita hingga kelas 6 SD.

Hari ini perayaan natal anak-anak sedikit berbeda dengan tahun lalu. Yang biasanya dilakukan pada malam hari, kali ini dilangsungkan pada siang hari dengan batasan waktu hanya sampai sore hari.

Walaupun begitu, perayaan natal tetap berlangsung dengan sukacita. Apalagi ketika proses marsipajojoran berlangsung. Tak sedikit gelak tawa menghiasi perayaan itu. Hal ini tak lain karena aksi lucu dari adik-adik sekolah minggu yang marsipajojoran.

"pada mulanya Allah mencintakan langit dan bumi ini", celetuk Hansen, salah satu anak sekolah minggu dengan logat bataknya melafalkan ayat-ayat liturginya di depan ratusan umat gereja . Sontak gelak tawa pun pecah riuh di dalam gereja. Bagaimana tidak, ayat liturgi yang ia lapalkan tak sesuai dengan yang sesungguhnya. Harusnya "pada mulanya allah menciptakan langit dan bumi".

Tak hanya dia, di sebelahnya, dengan penuh percaya diri memegang erat microphone, " di mula-dimulana ditompa Debatana langit dohot tanoon", gelak tawa pun kembali mengisi gereja hahaha. Kali ini bukan ayatnya yang salah, namun dia menggunakan bahasa batak toba melafalkan ayat-ayat liturgi yang diberikan.

Entah apa alasanya melafalkan dengan bahasa batak. Padahal guru sekolah minggu telah memberitahu, bahwa seluruh ayat harus dilafalkan dengan bahasa Indonesia. Momen kelucuan itu tak berhenti hanya di situ, anak di sampingnya seolah tak mau kalah dengan teman-temannya menghibur umat.

"pada mulanya ditompa Debatama langit dan bumi", Hahaha, adik satu ini membuat gereja meledak dengan gelak tawa umat. Bayangkan saja dia sekaligus menggunakan dua bahasa sekaligus. Orang yang yang awalnya tak bersemangat pun, dibuat tertawa oleh ulah mereka. Yang lebih lucu lagi, teman di sampingnya tertawa pula, tak lupa sambil menegur temannya itu mengatakan "boasa dipakke ho bahasa batak dohot bahasa indonesia he".

Dalam bahasa Indonesia "kenapa kau bilang bahasa batak dan bahasa Indonesia tadi". Gereja pun semakin riuh dengan aksi mereka berdua tersebut, hahaha.

Momen ini sekaligus mengingatkan saya kembali zaman saya jadi anak sekolah minggu. Saya pun pernah berada di posisi mereka. Membuat kesalahan teknis, bukan pesan. Kira-kira itulah hal yang akan sering kita jumpai setiap 25 Desember tiap tahunnya. Kali ini memang berbeda, bila tahun-tahun sebelumnya tak dibatasi oleh waktu, kali ini dibatasi oleh pemerintah desa. Walau begitu, sukacita natal tetap hadir di tengah kami semua. Semoga juga dengan Bapak/Ibu semuanya.

Begitulah sedikit cerita perayaan natal dari kampung saya di Tapanuli Tengah. Sejatinya kegiatan marsipajojoron ini tak ada dalam liturgi gereja katolik, terutama di Sumatera Utara ( di luar sumatera Utara tidak ada kegiatan ini ). Marsipajojoron boleh disebut bentuk inkultrasi adat batak dengan gereja, terutama gereja katolik. Salah satu tujuannya barangkali adalah untuk menghadirkan suasana adat batak di lingkungan gereja. Dengan demikian kehadiran gereja semakin dirasakan oleh umat. Pun dengan dengan umat, karena adanya perayaan ini, mereka akan semakin aktif dan dekat dengan gereja.

Selamat merayakan Natal Untuk Saudara-saudari semuanya. Kiranya Tuhan beserta kita semua. Amin




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline