Lihat ke Halaman Asli

Sigit R

masjid lurus, belok kiri gang kedua

Hang Nadim, Urat Nadi Industri Manufaktur Indonesia di Masa Depan

Diperbarui: 26 November 2019   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pekerja sedang membuat PCB ponsel di PT Sat Nusa Persada, Batam. Foto/Joko Sulistyo

Setahun yang lalu, pada 2018, Xiaomi mengajak 20 perusahaan pemasok komponennya untuk bertemu di Batam. Mereka menggelar Supplier Investment Summit (SIS) di sebuah hotel, dengan dukungan penuh Badan Pengusahaan (BP) Batam, yang kala itu dinahkodai Lukita Dinarsyah Tuwo.

Pada pertemuan pemasok itu, Head of Xiaomi South Pacific Region and Xiaomi Indonesia Country Manager, Steven Shi mengajak para pemasok komponen bersama-sama memahami ekosistem industri manufaktur Indonesia, khususnya di Batam. Dia bahkan meyakinkan para pemasok tentang potensi pasar yang dimiliki Indonesia cukup besar, dan sudah semestinya digarap.

Dalam kesempatan berbicara, Shi bahkan memastikan Xiaomi bertekad untuk terus memperbesar investasi dan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia ke depannya.

Shi juga berupaya meyakinkan masa depan kerja sama dengan para pemasok jika mereka tertarik menggarap Batam. Jika digabungkan, potensi investasi dari 20 perusahaan itu mencapai 315 juta Dollar AS, dan memberikan peluang kerja kepada 10 ribu orang.

Untuk memenuhi permintaan pasar lokal dan regional Asia Tenggara, raksasa elektronik asal China, Xiaomi yang menggandeng PT Sat Nusa Persada di Batam.

Pabrik manufaktur elektronik yang sebelumnya menggarap banyak merek besar itu dipercaya menjadi pusat pembuatan Xiaomi. Grafik kinerja Sat Nusa yang terus naik ditanggapi positif oleh BP Batam dengan menjajaki kemungkinan peningkatan investasi bahan baku produk ponsel pintar di Batam.

Namun, tidak semua komponen yang disematkan dalam produk elektronik dapat diperoleh di Indonesia. Sat Nusa harus mendatangkan berbagai macam komponen untuk membuat produk akhir dari luar negeri, terutama China.

Hal itu membuat harga tidak kompetitif karena ada komponen biaya angkut yang jumlahnya cukup besar. Agar lebih kompetitif, Xiaomi berkeinginan memangkas jarak pabrik perakitan dengan pabrik komponennya. Cara termurah adalah, membuka pabrik di Batam.

Anggota Deputi Bidang Perencanaan dan Pengembangan BP Batam Yusmar Anggadinata menyatakan, Batam harus merespon peluang migrasi pabrik yang mungkin dilakukan.

Menurut dia Hang Nadim harus berperan dan mengubah arah pengembangan untuk mengakomodir kembali menggeliatnya industri manufaktur.

Alur logistik seperti bahan baku industri dan barang jadi menjadi prioritas para pengusaha, terutama investor yang memproduksi barang untuk pasar global. Hambatan yang menyebabkan arus barang tersendat menurut Yusmar akan membuat investor berpikir ulang untuk membenamkan modal di suatu wilayah. Jika hambatan logistik dapat dieliminasi, dia yakin Batam akan semakin menarik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline